Minggu, 19 Oktober 2008

Ulasan mengenai nasab dan pembuktian keturunan melalui Tes DNA secara Biologis


Belakangan ini, karena sebab-sebab tertentu, istilah pembuktian anak kandung sering dimuat cetak, dan tak asing lagi di masyarakat, namun sangat sedikit orang mengenal jelas hal ihwalnya. Pembuktian anak kandung melalui tes DNA adalah berdasarkan teori dan praktek ilmu genetika umat manusia, kecirian mirip di bidang struktrur bentuk dan fungsi fisiologi dari generasi filial dan generasi parential, mengadakan analisa terhadap kecirian keturunan, mengadakan pemastian terhadap hubungan kandung yang mencurigakan antara bapak dan anak atau ibu dan anak, dan pada akhirnya mengambil kesimpulan apakah betul atau tidak. Cara pembuktian anak kandung dari ilmu forensik sebagai berikut, pembuktian melalui tipe darah, perbandingan melalui ciri wajah, pemeriksaan terhdapa kurai atau barik-barik kulit, pemeriksaan penyakit keturunan, perbedaan curak, serta membuat inferensi terhadap stadium pembuahan, periode melahirkan dan kemampuan reproduksi.Tahun 1901, setelah umat manusia menemukan untuk pertama kali system tipe darah, yaitu tipe darah A, B, dan O, penemuan itu membuktikan bahwa tipe darah adalah semacam tanda keturunan, segera dipraktekkan untuk pembuktian anak kandung, tapi hanya dapat untuk menegasi, tidak dapat mengkonfirmasi adanya hubungan dengan anak kandung. Sampai terbentuknya teknik sidik jari dbaru dapat mengkonfirmasi hasil pembuktian anak kandung.Seiring dengan terus ditemukannya tanda keturunan yang baru, cara pembuktian anak kandung juga terus dikembangkan. Teori pokok pembuktian anak kandung sebagai berikut: peta gena umat manusia merupakan sistem yang sangat stabil strukturnya, bersamaan juga merupakan sistem perubahan rupa atau variasi. Perubahan rupa itu ada sebagian dipelihara, sehingga mengakibatkan perbedaan dan keragaman peta gena antar ras, kelompok dan perseorangan yang berlainan, selain anak kembar dari satu telur, tidak ada dua peta gena individu yang mirip sepenuhnya. Dewasa ini, teknik itu dapat diterapkan untuk kedokteran. Ilmu forensik dan bidang lainnya, teknik sidik jari DNA tahap awal adalah teknik sidik DNA banyak titik. Seiring dengan diperdalamnya pengetahuan tentang peta gena umat manusia, lahirlah teknik sidik DNA jenis kedua., pengecekan titik gena tunggal, yang juga disebut etknik tanda kurai DNA. Dewasa ini, pembuktian anak kandung terutama pengecekan STR dalam teknik sidik jari DNA jenis kedua dan gena lainnya, pembuktian terhadap darah, rambut, kuku, sel lapisan sebelah atas kulit yang rontok, noda sperma, bekas darah, air tuban, bulu halus dan lainnya, kesemua itu dapat memperoleh tipe gena seseorang yang tepat, maka janin dalam kandungan ibu juga dapat dibuktikan melalui air tuban, penggunaan teknik tersebut untuk pembuktian anak kandung dapat dikonfirmasi 99,99 persen keakuratannya, tingkat keakuratan untuk menegasi hubungan biologi antara ayah dan anak lebih tinggi.Selanjutnya diperkenalkan keadaan teknik pembuktian anak kandung di Tiongkok, argumentasi mengenai teknik pembuktian anak kandung di Tiongkok sangat kontroversial. Kini, karena teknik itu dipertanyakan apakah dapat menyejahterakan umat manusia atau merusak hubungan keluarga.Sejarah pembuktian anak kandung di Tiongkok dapat dilacak samapi seribu tahun yang lalu melalui tetesan darah, darah kedua orang dicampur menjadi satu, kalau berbaur berarti satu keluarga, kalau tidak bukanlah satu keluarga. Sudah tentu, cara tersebut kurang mempunyai dasar ilmiah. Sejak tahun 1980-an, tiongkok mulai mengembangkan dan menerapkan teknik pengecekan HLA, tipe enzim, tipe serum, sehingga pembuktian anak kandung menjadi kemungkinan.Pada akhir tahun 1980-an, pengembangan teknik pengetesan DNA memungkinkan cara pembuktian anak kandung ditingkatkan ke taraf analisa pengecekan materi keturunan sendiri dari taraf analisa protein. Selama beberapa tahun ini, teknik pengetesan DNA dibaurkan dengan teknik deteksi penyusuna gena, tingkat pengetesan gena perorangan ditingkatkan lebih tinggi. Dewasa ini, tingkat keakuratan konfirmasi hubungan biologi antara ayah dan anak mencapai 99,99 persen, tingkat keakuratan menegasi hubungan biologi antara ayah dan anak bahkan lebih tinggim dan hampir 100 persen.Tiongkok sejak awal telah menyerap twknik pengetesan DNA, namun teknik itu terutama digunakan untuk melacak dan membongkar kasus pidana besar, sampai tahun 1989 teknik tersebut baru pertama kali digunakan untuk epmbuktian anak kandung. Seiring dengan stabilnya teknik dan menurunnya biaya pengetasan, penerapan teknik pengetasan DNA setelah memasuki abad ke-21 telah dipercepat di Tiongkok. Dalam ilmu forensik, teknik tersebut telah memainkan peranan penting untuk pembuktian dan pengambilan kembali wanita dan anak yang diculik dan dijualbelikan dan kasus penting lainnya. Kota-kota besar, misalnya Shanghai juga dibangun bank data DNA pelaku kejahatan dalam skala tertentu. Dalam kehidupan sosial, teknik pengetesan DNA diterapkan sangat luas, antara lain, pemberian visa imigran, pencarian nenek moyang keluarga, konfirmasi anak di luar nikah, mewarisi kekayaan, salah ambil bayi di kamar bersalin, dan lain sebagainya.Meskipun penerapan teknik pengetesan DNA dipraktekkan secara luas dalam berbagai jenis kasus di bidang membedakan individu dan pembangunan bank data berbagai jenis DNA, namun kebanyakan orang Tiongkok mengenal teknik itu melalui pembuktian anak kandung. Karena dibalik setiap kasus pembuktian anak kandung selalu cerita suka duka, jumlah pengetesan itu juga meningkat drastic selama beberapa tahun ini di Tiongkok.Bertambahnya dengan cepat jumlah pembuktian anak kandung melalui pengetesan DNA diakibatkan oleh banyak sebab, sejumlah orang terdapat perubahan pandangan, perubahan taraf kepercayaan dalam hubungan keluarga dan juga karena menurunnya ongkos pengetesan DNA, biaya tersebut menurun sampai 3 ribu yuan RMB tahun 2004. setelah diterapkannya secara luas preparat buatan domestic biaya pembuktian anak kandung di Tiongkok juga akan mempunyai ruang penurunan.Di mata para pakar, masalah utama pembuktian anak kandung ialah tidak memadainya badan pengetesan standar tekniknya yang kurang lengkap serta sistem pengontrolan mutu di laboratorium berkurang. Sedangkan yang paling menjadi kontroversi di kalangan masyarakat ialah pembuktian anak kandung mungkin dapat mempengaruhi stabilitas keluarga dan masyarakat dan yang paling dirugikan terutama ialah anak yang tidak berdosa, ditambah dalam undang-undang dasar Tiongkok yang berlaku sekarang ini tidak jelas menetapkan dalam keadaan bagaimana dapat mengadakan pembuktian anak kandung, sehingga unit tertentu secara terbuka mengadakan bisnis pembuktian anak kandung, sejumlah media juga ramai membicarakan cerita di balik pembuktian anak kandung. Di bawah latar belakang itu, usaha pembuktian anak kandung di Tiongkok harus segera menempuh jalan pengelolaan yang standar dan baku.Tes DNA dalam Konteks Fiqih.Tes deoxyrebose nucleic acid ( DNA ) bukan wacana baru dalam lapangan sains. Tapi bila persoalan itu diusung dalam konteks agamawi, tentu akan menjadi hal yang sangat menarik. Komisi Bahtsul Masail Nahdlatu Ulama menolak uji DNA untuk menentukan hubungan kekeluargaan seseorang secara syar’i. ’ secara biologis seseorang bisa dinasabkan, tapi tidak secara syar’i (syariat agama islam).Secara syariat Islam, nasab didasarkan kepada perkawinan yang sah. Ketidakjelasan nasab akan membawa para perkara hukum yang lain, waris. Jika ia tidak bisa dinasabkan secara syar’i, maka tidak bisa mendapatkan hak waris.Tes DNA itu merupakan penemuan pada ilmu kedokteran (Medis) terkini. Sebab pada Rasul dan Zaman sahabat belum dikenal istilah seperti itu. Yang ada pada saat itu adalah sistem al-qiyafa, yakni menurut penglihatan setelah melihat bagian-bagian pada bayi yang baru lahir. Dan salah satu contohnya atau yang saat ini telah di-qiyas-kan adalah dalam bentuk sidik jari. Melalui sidik jari tersebut, seseorang ditentukan bahwa ’inilah sebenarnya hubungannya’Dalam tes DNA, yang seperti diputuskan dalam komisi Bahtsul Masail al-Diniyah dalam Muktamar NU, akurasi tingkat kebenaran sudah mencapai 99,9 persen, dan bisa dijadikan sebagai penetapan bahwa seseorang itu memiliki hubungan dengan yang lain. Oleh karena itu, dalam penetapan masalah DNA tersebut, khususnya masalah ilhaqu al-nasab (hubungan nasab/keturunan), maka berdasarkan hasil tes DNA bisa dijadikan sebagai bagian yang akan mendukung boleh tidaknya seseorang itu diakui sebagai nasab.Dalam Bahtsul Masail itu sendiri berkembang dua pendapat, yakni dengan hasil tes DNA itu seseorang bisa dinasabkan secara biologis. Artinya yang bersangkutan memiliki hubungan biologis dengan orang tertentu. Tetapi dari segi syar’i, apakah yang bersangkutan tersebut merupakan anaknya atau tidak, hal itu tidak bisa semata-mata berdasarkan hasil tes DNA.Sebab, dalam menentukan keturunan seseorang itu sah atau tidak, amat terkait dengan proses perkawinan. Seseorang itu diakui dan dianggap sebagai anak yang sah, dan memperolah hak-haknya dalam waris, apabilah ia lahir dari hasil pernikahan yang sah. Nah, karena hasil tes DNA hanya menentukan hubungan keturunan itu secara biologis saja, dan tidak diketahui secara syar’i hubungan tersebut sah atau tidak, maka hal itu tidak bisa serta merta bisa ditentukan sebagai dasar hukum bahwa yang bersangkutan memiliki hubungan yang sah dengan oranga lain.Oleh karennya, selain melalui tes DNA itu, masih dibutuhkan sekian informasi lainnya untuk menetapkan bahwa yang bersangkutan itu memiliki hubungan dengan orang lain, seperti melalui penyaksian dan lain sebagainya. Sedang tes DNA itu hanya merupakan salah satu bagian saja dari infomasi yang banyak tersebut. Jadi hal itu belum bisa diputuskan bahwa yang bersangkutan itu merupakan nasab si A atau si B secara sah (syar’i), sedangkan secara biologis bisa saja hal itu dinasabkan.Kesaksian yang didapat berdasarkan syariat yaitu kesaksian dari dua orang laki-laki, beragama islam, sehat rohani, mampu berfikir, dikenal keadilannya. Khusus untuk syarat dua orang saksi yang adil, ia menyaksikan bahwa benar anak itu adalah anak kandung orang tuanya, atau menyaksikan bahwa anak itu adalah hasil dari perkawinan yang sah, atau menyaksikan bahwa anak itu sudah dikenal dan tidak diragukan lagi oleh masyarakat bahwa ia adalah anak kandung orang tuanya. Di samping itu kesaksian dapat juga melalui ketetapan atau keputusan dalam majlis hukum yang menyatakan bahwa anak tersebut benar anak kandung dari orang tuanya.Kesaksian dapat juga diperoleh karena sudah terkenal dan tersiar lausnya nasab seseorang, sebagaimana Imam Abu Hanifah berkata, ’Dengan terkenal dan tersiar luas maka nasab, kematian dan pernikahan dapat ditetapkan’. Ibnu Qudamah al-Hanbali berkata, ’Telah sepakat ulama atas sahnya kesaksian mengenai nasab dan kelahiran seseorang, karena nasab atau kelahirannya dikenal atau tersiar luas dikalangan masyarakat’. Berkata Ibnu Mundzir, ’ Saya tidak mengetahui ada ulama yang menolak itu’.Bagaimana dengan hak Waris, padahal dia bisa dinasabkan secara biologis ?Masalah waris, dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi sudah jelas menegaskan bahwa orang yang berhak menerima waris adalah orang yang bisa dinasabkan secara syar’i, artinya bisa dinasabkan secara sah karena terikat dalam perkawinan.Sebagai contoh, dalam Madzhab Syafi’i, bila seorang laki-laki dan seorang perempuan itu melakukan hubugan zina, maka walaupun ia lahir dari keduanya, tapi tidak bisa dianggap sebagai anak keturunan. Kenapa ? Karena menurut Syafi’i, yang namanya nikah adalah aqad, itulah yang menentukan seseorang, itu bisa mendapatkan hak waris atau tidak. Tetapi, kalau tidak ada aqad, walaupun dia itu merupakan hasil dari hubungan diantara keduanya, tetap tidak bisa dia mendapatkan warisan.Tes DNA itu hanya merupakan salah satu alat untuk bisa mengetahui bahwa yang bersangkutan itu memiliki hubungan atau tidak memiliki hubungan dengan yang lain (manafikan). Jadi bukan untuk menentukan bahwa dia memiliki hubungan dengan yang lain atau menisbatkan. Dalam salah satu hadist disebutkan bahwa al-waladu li al-firasy, artinya anak keturunan itu, harus berdasarkan hubugan suami istri yang sah. Jadi tes DNA hanya untuk lebih menguatkan (qorinah) saya. Dan dalil ini sudah sangat tegas menjelaskan masalah tersebut.Sedangkan dari segi kajian usul fiqihnya, hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan karancuan dalam masalah nasab. Sebagaimana salah satu kaidah usul fiqih yang menyatakan, dar’ ul-mafasid muqaddamun ’ala jalbi al-mashalih, menolak sesuatu yang akan menimbulkan kerusakan harus lebih didahulukan daripada menarik sedikit kemashlahatan. Jadi karena di anggap akan mengaburkan permasalahan nasab, maka tes DNA boleh dilakukan sebagain qorinah atau menguatkan masalah tersebut, tetapi tetap tidak bisa dijadikan sebagai nasab syar’i. Karena selain masih banyak informasi lain yang harus dibutuhkan untuk menetapkan masalah ini, juga harus dibuktikan dengan nasab syar’i, yakni melalui pernikahan yang sah. Dalam kaitannya masalah ini, maka persoalan ini, masuk dalam kategori hukum dari saydduz dzariah, yakni menolak kerusakan yang akan ditimbulkan.

2 komentar:

elfan mengatakan...

Kalau kita lihat silsilah Saidina Muhammad SAW, jelas ada benang merah dari Hasyim, ayah dari Abdul Muthalib, kakek dari Saidina Muhammad SAW, beliau juga anak tunggal, sama dengan Abdul Muthalib sendiri. Orang tuanya, Hasyim meninggal sebelum Abdul Muthalib lahir. Tetapi, anak Abdul Muthalib banyak, yang bungsu adalah Abdullah, juga wafat sebelum lahir Saidina Muhammad SAW. Berarti, Saidina Muhammad SAW adalah anak tunggal.

Lalu, anak lelaki Saidina Muhammad SAW dengan Bunda Khadijah, baik Ibrahim dan Abdullah, juga tidak hidup lama krn meninggal sebelum dewasa. Tak heran jika kelompok musuh Nabi Muhammad SAW slalu mencela dengan putusnya nasab beliau krn tidak adanya anak laki-laki.

Inilah mukjizat Allah SWT pada Nabi kita Muhammad SAW, nasab beliau diputuskan supaya tidak ada golongan yang mengklaim 'mereka' adalah keturunan Saidina Muhammad SAW, atau keturunan nabi dan keturunan rasul. Jika merujuk pada QS. 33:4-5 jelas nasab itu hanya dari pihak laki-laki bukan perempuan. Otomatis mahkota 'ahlul bait' dari keluarga Saidina Muhammad SAW itu terputus hanya sampai pada Bunda Fatimah.

Artinya, anak-anak dari Saidina Ali bin Abi Thalib dengan Bunda Fatimah, jelas bukan bernasab pada Saidina Muhammad SAW, sehingga anak-anaknya tidaklah mewarisi tahta 'ahlul bait' atau ada yang menyebutnya sebagai 'keturunan' nabi atau rasul. Kalau saya, tidak ada keturunan nabi atau rasul, tetapi yang ada keturunan Saidina Muhammad SAW jikalah anak beliau yang laki-laki sempat berketurunan.

Apa hikmahnya, baik kelompok Syiah maupun habaib yang sama-sama mengaku keturunan 'ahlul bait' tidak perlu bertengkar lagi karena mahkota 'ahlul bait' atau keturunan nabi yang diperebut-rebutkannya itu, memang 'sudah' tak ada.

nurholisuzairi mengatakan...

Contoh abtar zaman skrg.