Jangan mengafirkan sesama muslim
Oleh : Bidin Assegaff
Berhati-hatilah engkau agar jangan mengafirkan seseorang dari sesama muslim. Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwa barang siapa mengatakan ”kafir” kepada sesama saudaranya, maka kekafiran itu kembali kepada salah seorang di antara keduanya. Jika memang benar apa yang dikatakannya, maka orang itu seperti apa yang dikatakannya. Akan tetapi, jika hal itu tidak benar, maka kekafiran itu kembali kepada dirinya (orang yang mengatakannya).
Makna ”kembali kepadanya” ialah bahwa orang itu kafir. Sebab, barang siapa mengafirkan seorang muslim atas keislamannya, maka sesungguhnya ia kafir. Allah Swt berfirman: Apabila dikatakan kepada mereka, ”Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain yang telah beriman.” Mereka menjawab, ”Akankah kami beriamn sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?” (QS. Al-Baqarah [2]:13).
Tentang mereka, Allah Swt berfirman: Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang bodoh (sufaha) (QS. Al-Baqarah [2]:13). Kata safih (bentuk tunggal dari sufaha’) adalah orang yang lemah nalarnya. Para ulama mengatakan bahwa mereka tidak beriman hanya lantaran kelemahan nalar dan akalnya, sehingga mereka dikatakan dengan firman-Nya: ”Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang bodoh”, yakni mereka adalah orang-orang yang lemah nalarnya. Kelemahan itu menghalangi mereka dari keimanan. ”...Tetapi mereka tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah [2]:3).
Menjaga Lisan
Jagalah dirimu dari ucapan buruk, yakni menisbatkan sifat tercela kepada saudaramu sesama Mukmin, entah dia ada maupun tidak ada di hadapanmu. Jika engkau melakukan itu di hadapannya, maka engkau telah mempermalukannya. Dengan itu, Allah Swt mengampuninya dari sifat tercela itu dan mengujimu. Diriwayatkan dalam sebuah hadis: ”Janganlah engkau tampakkan kegembiraan atas musibah yang menimpa orang lain. Sebab, dengan itu, Allah memaafkannya dan mengujimu.”
Jika engkau melakukannya ketika ia tak ada di hadapanmu, maka yang demikian itu adalah ghibah (menggunjing). Allah Swt telah melarangmu agar jangan menggunjing. Jika engkau mengingatkan suatu hal yang –jika engkau sampaikan kepadanya—akan berakibat buruk baginya, maka itu berarti bahwa engkau telah menggunjingnya.
Dan jika engkau menisbatkan keburukan yang tidak ada pada dirinya, maka yang demikian itu adalah buhtan (kebohongan). Engkau pasti akan memetik buah tanamanmu, kecuali jika Allah Swt memaafkanmu dengan meridhai permusuhan. Maka, keburukan yang engkau nisbatkan kepada saudaramu yang sesungguhnya tidak ada pada dirinya itu kembali padamu.
Jangan Mengejek Ahli Allah
Berhati-hatilah engkau agar jangan mengejek dan mencemooh ahli Allah. Sebab, mengejek ahli Allah berarti mengejek agama Allah.
Janganlah engkau menjadikan mereka bahan tertawaan, karena akibat buruknya bakal kembali kepadamu. Pada Hari Kiamat kelak, Alalh akan mengejek dan mencemoohkanmu. Dia memperlihatkan kepadamu balasan perbuatan atas apa yang telah engkau lakukan di dunia ini kepada orang Mukmin. Ketika engkau menjumpainya, engkau mengatakan, ”Aku bersamamu dalam ejekan dan cemoohan”.
Pada Hari Kiamat, Allah akan membalasmu secara adil sesuai dengan apa yang engkau perlihatkan kepada orang-orang Mukmin dari kesejahteraan dan keimanan ahli Allah.
Berkaitan dengan itu kami telah melihat para pengajar fiqih mencemoohkan ahli Allah, orang-orang yang berhubungan dengan Allah, orang-orang yang mengenal Allah, dan apa yang diberikan Allah kepada mereka. Allah menyuruh orang yang memiliki sifat ini pergi ke Surga sehingga ia melihat kebaikan yang ada di dalamnya. Mereka merasakan kesenangan seperti ahli Allah ketika mereka mengejeknya. Mereka mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang benar (ash-Shadiqun) dengan apa yang mereka tampakkan itu.
Ketika Allah melakukan pembalasan atas perbuatan mereka, surga membuka kebaikannya kepada mereka. Allah memerintahkan agar mereka meninggalkan surga menuju neraka. Itulah ejekan Allah kepada mereka. Seperti orang-orang munafik ketika kembali kepada keluarga mereka, mereka mengatakan, ”Kami adalah orang-orang yang mencemoohkan.”
Allah berfirman tentang orang-orang (ahli Allah) yang menertawakannya, ”Maka pada hari ini, orang-orang yang menertawakan orang-orang kafir’ (QS. Al-Muthaffifin [83]:34).
Sebagaimana mereka menertawakan orang-orang Mukmin karena keimanan mereka di dunia, maka begitu pulalah halnya dengan sebagian orang, terutama para fuqaha, yang menertawakan ahli Allah di dunia, ketika mereka melihat masyarakat awam yang selalu membicarakan kenikmatan Allah yang dianugerahkan kepada mereka. Di dalam hatinya, mereka menertawakan. Mereka menampakkan kesenangan, tetapi di dalam hatinya mereka menyembunyikan apa yang sebaliknya.
Wahai saudaraku, setidaknya, janganlah engkau termasuk dalam kelompok mereka dalam menyelamatkan diri mereka. Sebab, apa yang engkau lihat dari mereka tidaklah dikehendaki agama Allah dan ditolak oleh ilmu yang sahih, naqli, dan aqli.
”Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedipkan-ngedipkan mata” (QS. Al-Muthaffifin [83]:29-30).
Demikianlah, seperti itu aku lihat para fuqaha zaman ini saling mengedipkan mata dan menertawakan ahli Allah. Mereka menampakkan kesenangan kepada mereka, padahal kenyataannya mereka tidak demikian.
Waspadalah dalam menghadapi orang yang memiliki sifat seperti ini agar aib tidak merampokmu. Betapa besar penyesalan mereka pada hari kiamat. Meeka adalah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, membeli siksaan dengan ampunan, dan membeli kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Maka, perniagaan mereka tidak beruntung, dan mereka tidak termasuk dalam orang-orang yang diberi petunjuk.
(diambil dari majalah Syi’ar, sumber: Wasiat-wasiat Ibnu ’Arabi, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997, 133-136)
Kamis, 28 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar