Kamis, 04 September 2008

WAWANCARA KH. Dr. Said Aqiel Siradj:



WAWANCARA KH. Dr. Said Aqiel Siradj:
“Ja'fari, mazhab resmi Islam kelima”Bicaranya lugas khas kiai pesantren. Namun data dan istilah yang rancak terselip dalam kalimat-kalimatnya menunjukkan bahwa dia bukan sekadar kiai pesantren biasa, melainkan juga intelektual yang mengenyam pendidikan tinggi dan mempunyai pergaulan yang luas. Kyai Said, demikian sapaan akrab DR. KH. Said Aqiel Siradj.
Ditemui SYI'AR di ruangannya di kantor PBNU, ulama asal Palimanan, Cirebon, ini cerita banyak tentang kunjungannya ke Qatar, sikapnya tentang kerukunan antar-mazhab, kultur Syiah dalam NU dan penjabarannya tentang kondisi umat Islam Indonesia. Berikut kutipannya:

Anda bisa ceritakan tentang pertemuan Qatar?
Saya diundang dalam pertemuan Suni-Syiah di Doha, ibukota Qatar, pada 20-22 Januari 2007. Tujuannya mempersempit atau memperkecil sudut pandang Suni-Syiah yang sudah barang tentu penting sekali.
Pertemuan pada hari pertama memang panas. Terutama pihak Suni. Yusuf Qardhawi, Syekh Wahbah Zuhaili dan Syekh Ali Syabuni punya syarat bahwa mereka bisa bertemu apabila pihak Syiah menghentikan caci maki terhadap sabahat. Mereka tidak akan mau bertemu apabila Syiah masih mengatakan misalnya ‘laknat Allah' kepada Aisyah karena Suni mengatakan ‘Semoga Allah meridhainya'.
Kemudian yang sangat disayangkan dan juga dikritik oleh Syekh Yusuf Qaradhawi adalah penyebaran Syiah di kalangan Suni. Dia juga bilang Indonesia sebagai salah satu basis penyebaran Syiah dengan menyebarkan buku-buku terjemahan dan lain sebagainya.
Lebih seru lagi, Syekh Qaradhawi di forum ini meminta Ali Taskhiri mengucapkan Aisyah radhiya Allahu anha (ra). Dan Syekh Ali Taskhiri mau melakukannya. Tidak berhenti di situ, dia juga minta semua utusan Iran mengucapkan hal yang sama seperti Ali Taskhiri. Ini kejadian yg sangat disayangkan dan sesungguhnya tidak perlu terjadi di forum yang mulia ini. Tetapi pada hari kedua sudah mulai cair.
Hasil dari seminar itu, pada intinya, masing-masing pihak menghargai peranan masing-masing dan mengendalikan kalangan ekstrim dari masing-masing mazhab.
Menurut Ali Taskhiri, di kalangan Syiah memang ada juga orang-orang yang ekstrim dan fanatik dan dengan tidak bertanggungjawab mencaci maki sahabat dan Suni. Demikian pula di Suni. Sementara NU sendiri tidak pernah mencaci maki Syiah. Tapi di kalangan Wahabi memang banyak yang ekstrim.
Pada pertemuan itu, saya diberi kesempatan berbicara dua kali. Pada forum tersebut, saya mengajak kedua pihak untuk masing-masing menulis buku tentang pengakuan dan penghargaan Suni terhadap Syiah dalam membangun peradaban. Begitu juga Syiah, menulis buku tentang peranan Suni dalam membangun peradaban.
Sebenarnya hal (pertemuan Suni-Syiah) ini sudah lama dilakukan oleh Syekh Syaltut dan Ayatullah Burujerdi. Hasil dari kesepakatan kedua tokoh tersebut adalah bahwa mazhab Ja'fari diajarkan secara resmi di al-Azhar. Bahkan salah satu keberhasilan tersebut adalah diakuinya mazhab Ja'fari sebagai mazhab resmi dalam Islam sebagaimana empat mazhab lainnya. Bahkan rektor Al-Azhar, Dr. Ahmad Thayyib, mengatakan banyak kaidah hukum yang diambil dari mazhab Ja'fari adalah sah, ketika tidak ditemukan pada empat mazhab. Walhasil, mazhab Ja'fari adalah setara dengan empat mazhab lainnya.
Hal apakah yang mendorong terselenggaranya pertemuan tersebut?
Saya kira pertemuan itu didorong oleh kondisi di Irak. Masing-masing menuduh. Suni menuding Iran menyuplai senjata. Demikian pula Syiah menuding kelompok Suni Irak mendapat senjata dari Saudi. Lepas dari masalah itu semua, perpecahan di Irak harus dihentikan. Para ulama di sana harus mengendalikan umatnya, karena bukan hanya sekadar perbedaan pendapat tapi juga sudah ribuan nyawa melayang di sana.
Apakah benar Iran di belakang konflik sektarian itu?
Saya tahu ini rekayasa Amerika. Saya tahu sengaja dibangun opini bahwa ini adalah konflik mazhab Suni-Syiah. Padahal ini murni politik, toh dulu tidak pernah terjadi konflik seperti ini.
Saya bisa tegaskan di sini bahwa Iran, selalu dan selamanya, membela Palestina. Padahal di Palestina tidak ada Syiah, semuanya Suni. Tapi Iran matian-matian sampai berkorban dan rela ditekan Amerika karena perjuangannya bagi Palestina. Karena itu harus dipahami Iran berdiri bukan hanya untuk Syiah, bukan hanya untuk partai, tapi juga untuk Islam.
Apakah pertemuan Doha itu memang khusus untuk masalah sektarian di Irak atau memang pertemuan reguler?
Pertemuan Doha ini terdorong karena keadaan di Irak. Kalau yang reguler adalah yang di Iran dan semua pihak diundang dalam pertemuan itu.
Walhasil, masing-masing pihak selalu ada yang ekstrim, dan itu salah. Di Syiah ada yang ekstrim mencaci maki Suni dan di Sunni juga tidak kurang atau kelewatan.
Waktu Imam Khomeini pulang ke Iran, terbit sebuah buku yg menghujat beliau kira-kira judulnya Ja'a Daurul Majus ‘Tibalah Saatnya Majusi Kembali'. Itu sudah keterlaluan.
Sebenarnya bila bicara masalah perbedaan mazhab, itu bukan konsumsi pasar. Bukan obrolan orang awam. Tapi kalau masing-masing sudah menyebarkan buku murahan dan saling caci maki dan menjadi konsumsi awam akan berbahaya sekali. Bahaya terhadap Islam.
Jadi siapa yang berhak menetralisir segala macam isu yang bisa memecah belah persatuan umat ini?
Ulama, dong. Seperti yang saya katakan tadi, Syekh Al-Azhar, Syekh Mahmud Syaltut, mengadakan pendekatan dengan Ayatullah Burujerdi yang kemudian berdampak besar, sampai akhirnya Mazhab Ja'fari resmi dianggap sebagai mazhab kelima, selevel dengan mazhab yang empat.
Apa isu Suni-Syiah demikian krusialnya sampai-sampai diadakan pertemuan Doha? Apa tidak ada isu lain?
Kenyataannya, sekarang (di Irak) sudah saling bunuh. Faktanya begitu. Dalang di belakang kejadian ini kita semua tahu. Juga isu senjata Syiah disuplai Iran dan senjata Sunni disuplai Saudi. Kita semua tahu siapa dalang sesungguhnya. Ini adalah kerjaan Amerika untuk memecah belah Irak. Tapi kan, beberapa ulama terpengaruh. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Syekh Qardhawi, Wahbah Zuhaili dan Ali Syabuni barangkali terpengaruh juga oleh isu ini.
Seandainya kita bisa berbicara dengan jernih, kembali pada dasar yang paling prinsip, semua mazhab hakikatnya sama kecuali pada hal-hal yang furu' (parsial). Kenapa kita bisa dialog dengan non-Muslim tapi tidak bisa dengan Syiah kalau tidak dibesar-besarkan oleh kepentingan politik?
TENTANG ISLAM DI INDONESIA
Ulama sedunia bisa bersatu mengenai isu Palestina. Tapi negara tempat ulama itu tinggal mempunyai policy yang berbeda. Bagaimana pendapat Anda?
Pertanyaan Anda mulai berkembang luas. Di Timur Tengah, pola pikir antara pola pikir agama dan nasionalisme belum selesai. Karena nasionalisme Timur Tengah itu universal. Banyak mengadopsi konsep Ernest Renan yang memisahkan gereja dan negara. Ketika di Eropa lahir bangsa-bangsa, sama sekali tidak ada pembicaraan tentang agama. Artinya tidak ada poin agama dalam konsep nasionalisme sehingga kaum Muslim menganggap bahwa nasionalisme adalah sekuler murni.
Pada umumnya ketika Khilafah Islamiyah di Turki tumbang pada 1924, yang menghadapi penjajah adalah kaum nasionalis. Dan mereka berhasil. Di Mesir ada Muhammad Najib, dan lain-lain. Terakhir merdeka pada zaman Gamal Abdul Naser. Begitu pula di Chad, Mitcel Aflak, Partai Ba'ats, Hafez Asad. Di Irak ada Hassan Sadr, Saddam Hussain. Mereka adalah nasionalis sekuler yang berhasil mengusir penjajah.
Setelah penjajah pergi, menurut masyarakat Arab awam, nasionalis gagal membangun pemerintahan. Buktinya juga gagal. Tidak ada persatuan yang permanen. Pernah ada republik persatuan Arab yang anggotanya Mesir, Libia dan Syiria tetapi umurnya hanya satu tahun. Jadi bangsa Arab putus asa dengan ide nasionalis. Gantinya adalah Islam garis keras (hardliner).
Alhamdulillah, kita wajib bersyukur di Indonesia Islam dan nasionalisme bertemu. Dalam Pancasila, sila pertama agama dan sila kedua kebangsaan. Orang luar negeri heran, bentuk apakah itu. Sebab Islam kita khas, ala indonesia, nasionalisme- relijius. Boleh dikata, tidak ada orang nasionalis yang anti agama. Begitu pula tidak ada agamis yang tidak punya semangat nasionalis.
Sejak berdirinya sampai sekarang, Nahdhatul Ulama juga kuat dengan konsep Negara Darussalam (negara damai), bukan Darul Islam, yang ditetapkan pada muktamar 1926 di Banjarmasin.
Konsep Darussalam adalah negara yang mengaku semua komponen yang ada baik suku, agama dan budaya lalu digabungkan menjadi satu: negara Indonesia. Nah, nilai-nilai Islam itu ditransfer melalui semangat kebangsaan.
Oleh karena itu, marilah kita isi kebangsaan ini dengan nilai-nilai agama, tidak usah dilegalkan, diformalkan, diresmikan menjadi konstitusi negara tapi cukup negara Pancasila, Republik Indonesia, bangsa Indonesia.
Jadi peradaban bangsa ini kita isi dengan nilai-nilai agama dan agama harus amalkan dan diperkuat. Itu adalah komitmen Wahid Hasyim dan Muhammad Kahar Muzakir setuju mencoret Piagam Jakarta, asal spirit dari Piagam Jakarta masih ada dalam berbangsa ini yaitu mengamalkan ajaran Islam tetapi tidak usah dilegalformalkan.
Dalam pandangan politis, pencoretan piagam Jakarta itu karena lobi orang-orang Indonesia Timur yang akan melepaskan diri dari negara kesatuan Indonesia kalau ada negara Islam?
Iya, saya sangat memahami itu. Tapi apa pun juga sebabnya, persatuan nasional, persatuan nusa dan bangsa harus diperkuat lebih dulu. Kita tidak usah berbicara tentang negara Islam karena itu pasti pecah. Sampai sekarang ini, kalau kita menjadikan negara Indonesia sebagai negara Islam maka akan terjadi perpecahan.
Kita prioritaskan dan perkuat dulu persatuan negeri ini. Di dalam persatuan sebagai bangsa mari kita berlomba mengisi negara ini dengan nilai-nilai Islam.
Contohnya begini, kalau di sana mereka membangun gereja maka kita harus membangun mesjid. Kalau di sana mereka membangun rumah sakit maka kita harus membangun rumah sakit pula. Nah, itu yang positif. Bukankah begitu? Kalau di sana mereka membangun rumah sakit, bukan rumah sakitnya yang harus dibakar. Kristen membangun gejera yang besar maka kita pun harus membangun mesjid yang besar pula. Orang Kristen membantu bencana alam maka kita pun harus begitu. Jangan sebaliknya, orang Kristen membangun gejara kok malah dibakar.
Bagaimana dengan apologi bahwa agama kita yang berasal dari Timur Tengah yang di sana sendiri agama dan nasionalisme belum bisa bertemu?
Begini, kita mempunyai dasar yaitu Piagam Madinah. Nabi Muhammad saw membentuk sebuah komunitas Muslim di Mekah selama 13 tahun. Itulah yang namakan Ukhuwah Islamiyah, ikatan persaudaran Muslim. Di sana, siapa pun yang non-Islam, walaupun dia adalah ayahnya, kakaknya, ibunya, saudaranya sekalipun bukan saudara. Sebaliknya, siapa pun yang Muslim adalah saudara. Yang Muslim saudara dan yang non-Muslim bukan saudara.
Tapi ingat, itu di Mekah. Siapakah yang non-Muslim? Mereka adalah kaum musyrikin, paganis, yang tidak punya kitab suci, tidak punya budaya, tidak punya peradaban dan sebagainya. Yaitu yang Jahiliah.
Kemudian Nabi saw pindah ke Yatsrib. Dinamakan Yatsrib karena yang membangun kota itu namanya Yatsrib bin Tsabit. Di sana kita menemukan sebuah masyarakat yang plural, ada Muslim Muhajirin, penduduk asli setempat (yaitu suku Aus dan Khazraj) dan masyarakat Muslim Anshar itu sendiri, serta tiga suku Yahudi (yaitu Bani Quraizhah, Bani Qainuqa dan Bani Nadhir).
Ketika Nabi pindah ke sana, apa yang dilihat dan dihadapi berbeda pula. Muslim terdiri dari Muhajirin dan Anshar dan non-Muslimnya adalah Ahlulkitab Yahudi, bukan Musyrikin. Maka Nabi segera melakukan perjanjian damai yang menghasilkan surat kesepakatan Madinah yang ada di dalam kitab Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Ibnu Hisyam Anshari (juz. 2 hal. 219-222).
Kesepakatan tersebut bertujuan untuk membangun sebuah kota yang beradab, yang di situlah akan ditegakkan kebenaran, hukum, kesetaraan, tidak ada diskriminasi, persamaan, keadilan, kesejahteraan dan sebagainya. Tidak pandang suku, agama dan lain-lain. Maka dalam piagam Madinah itu, tidak ada satu kata pun kata “Islam” dalam Piagam Madinah. Tidak ada kata “Islam”, tidak ada kata “Al-Quran”. Yang ada hanyalah keadilan, keamanan dan lain-lain.
Poin pertama dalam piagam Madinah itu berbunyi, Innal mukminin min Quraisy, wa Yatsrib, wal-Yahud, waman tabi'ahum wa lahiqa bihim (Orang Islam Quraiys Madinah, orang Yahudi, dan siapa pun yang berkoalisi dengan mereka) innahum ummatun wahidah (mereka umat yang satu). Jadi jelaslah, masing-masing agama itu dipersilakan melaksanakan agamanya masing-masing. Terakhir, piagam ini ditandatangani (disepakati) untuk memberantas kezaliman atau untuk menghadapi kezaliman. Jadi apa pun suku dan agamanya pasti dia akan aman. Nah, Piagam Madinah itulah yang merupakan cikal bakal lahirnya konsep Tamaddun. Maka, Yatsrib diganti namanya menjadi Madinah al-Munawwarah yang berasal dari kata “Tamaddun” yaitu Masyarakat yang berperadaban dan sadar hukum, maju dan modern. Tidak ada negara Islam, tapi negara Madinah. Saya bisa buktikan. Nabi Muhammad saw mau menerima hadiah dari seorang perempuan Mesir yang notabene Ortodoks Koptik, Maryah Qibtiyah, yang kemudian oleh Nabi dikasihkan kepada Hassan bin Tsabit seorang Kristen. Nabi juga menikahi seorang perempuan dari Yahudi, Hafsah bin Huyain.
Bukti lain, ketika Umar bin Khaththab menjadi khalifah, orang-orang Kristen Syiria, Syam, Cyprus dan lainnya lebih suka berada di bawah Madinah daripada berada di bawah kekuasaan Romawi. Ini betul-betul sudah bertamaddun (berperadaban) .
Nah, kalau selama 13 tahun di Mekkah Nabi telah membentuk komunitas Muslim yang diikat dengan Ukhuwah Islamiyah maka setelah Nabi pindah ke kota Yatsrib, Nabi membentuk Ukhuwah Madaniyah, yang kalau kita lihat berarti Ukhuwah Wathaniyah (Hubungan sebangsa dan setanah air).
Terakhir, ketika Nabi mau wafat, beliau berangkat haji dan berkhotbah di Arafah. Pada khotbah itu Nabi hanya mengucapkan, “Ya ayyuhannas, wahai manusia! Sesungguhnya nyawa, harta, dan martabat manusia itu suci mulia, seperti sucinya hari wukuf, bulan haji ini dan Batiullah di Mekkah.”
Bukan wahai umat Islam, wahai Umat beragama, wahai Umat Semesta alam. Tapi wahai manusia! Di sini, Nabi Muhammad ingin menyampaikan Ukhuwah Insaniyah, persaudaraan sesama manusia. Setelah itu 84 hari setelah itu Nabi Muhammad wafat.
Jadi, Nabi membangun Ukhuwah Islamiyah di Mekkah 13 tahun dan ditingkatkan di Yatsrib menjadi Ukhuwah Wathaniyah (nasionalis, nasionalis yang Wathaniyah, yang tamaddun, menjalankan kebenaran, keadilan dan bukan monotheisme) .
Dan yang terakhir Nabi bangun adalah Ukhuwah Insaniyah. Untuk ukhuwah yang terakhir ini, orang musyrik, Yahudi, Budha dan Hindu pun semuanya masuk. Semua nyawa, harta dan martabat manusia harus dihargai. Karena dia merupakan Hak Asasi Manusia. NU sendiri memiliki tiga Ukhuwah itu: Ukhuwah Islamiah, Ukhuwah Wathaniah (yang diadaptasi dari Madinah), dan Ukhuwah Insaniah.
TENTANG TEOLOGI KERUKUNAN
Pelajaran apa yang bisa kita ambil seiring dengan berkembangan Pluralitas dan Multikultural saat ini?
Satu, kita harus memahami watak orang Irak. Sejak dulu mereka susah dipersatukan. Masyarakat Irak pernah bersatu ketika ia dipimpin oleh seorang diktator yaitu Hajjaj bin Yusuf Tsaqafi. Setelah itu selalu saja ada ajang pertikaian.
Irak modern sekarang ini adalah mayoritas Suni kalau dilihat dari Kurdi non-Arab dan mayoritas Syiah kalau dilihat dari Arabnya saja. Jadi (mayoritas) Arab Irak itu Syiah, sedangkan Arab Irak Suni sedikit. Tapi kalau menghitung Kurdi yang non-Arab maka Suni menjadi mayoritas.
Kita berkata terus terang: ayo, Anda mau berangkat dari mana, yang mau ditilik darimana? Bila qaumiah Arabiah (Nasionalisme Arab), maka yang akan jadi mayoritas adalah mayoritas Syiah. Untuk Suni sendiri, dia harus memasukkan suku Kurdi. Masalahnya, suku Kurdi sendiri mazlum (tertindas) selama kekuasaan Saddam Hussain.
Satu-satunya presiden yang membunuh rakyatnya sendiri dengan senjata massal, terlepas adanya oposisi atau tidak, hanyalah Saddam Hussain. Di Halabja, jangankan suku Kurdi, ayam, bebek dan unggas lain yang tak tahu menahu pun, semuanya pada musnah.
Banyak juga presiden yang membunuh rakyatnya sendiri secara massal tapi tidak dengan senjata pemusnah massal seperti yang dilakukan oleh Saddam Hussain.
Jadi Saddam Hussain lah yang pertama kali menggunakan senjata pemusnah massal untuk membunuh rakyatnya sendiri. Korbannya ada yang menyong mulutnya, ada yang kulitnya terkelupas dan lain sebagainya. Yang selamat pun mengalami cacat.
Dalam konteks Indonesia, pelajaran apakah yang kita bisa ambil dari konflik Irak sekarang?
Kita telah sepakat sejak dulu bahwa negara ini adalah negara Darussalam, negara yang aman dan damai. Bagaimanapun bangsa kita ini memiliki ciri dan tipologi tersendiri dengan menggabungkan atau mensinergiskan antara sila pertama dengan sila kedua, yaitu agama dan kebangsaan. Di negara lain nggak ada. Itulah kelebihan kita. Tinggal kita pelihara dan jaga saja. Konflik yang ada di negara kita ini, terus terang saja, awal mulanya ada yang bikin.
Pada awal tadi, negara tidak boleh mengurusi masalah keyakinan umat beragama. Itu adalah urusan para ulama. Tapi pendapat Anda sekarang, negara perlu campur tangan?
Begini, negara itu hanya berperan menerima, menampung, dan melaksanakan aspirasi rakyat melalui ulama karena ulama adalah wakil rakyat yang sebenarnya (informal leader). Ulama menampung aspirasi rakyat, ulama sebagai jembatan yang membuat progress dengan state (negara).
Bagaimanakah dengan sikap negara yang melakukan standarisasi agama, ada agama resmi dan agama tidak resmi?
Itulah problem kita yang harus dibicarakan dengan panjang lebar. Idealnya memang tidak perlu sejauh itu. Tapi untuk mengendalikan keadaan sementara, barangkali sekarang itu masih dibutuhkan. Toh, sejak Gur Dur menjadi presiden, hal itu telah dibuka lebar. Sekarang Kong Hu Chu dijadikan agama resmi. Sekalipun di Depag belum tercatat secara resmi, tapi mereka bisa secara bebas merayakan Imlek dengan Barongsai laksana 17 Agustusan dan Imlek dijadikan hari libur nasional.
Gus Dur membela dan melindungi agama-agama minoritas seperti Kong Hu Chu. Apakah ini juga sikap resmi kaum Nahdhiyyin?
Yang namanya mayoritas itu harus membela dan melindungi yang minoritas. Ada perkembangan baru yang luar biasa ketika Nabi Muhammad saw menganggap Yahudi itu Ahlulkitab. Ketika Sayidina Umar menjadi khalifah, dia masuk ke Persia dan menjumpai kaum yang baru ditaklukkan di sana yang beragama Majusi atau ash-Shabi'ah, penyembah bintang itu. Bagaimanakah ini? Apakah mereka sama dengan musyrikin dan kafir? Keputusannya, mereka adalah Ahlulkitab. Luar biasa ijtihad Umar itu. Dalil Qurannya, “Walladzina amanu, wa Hâdu wash-Shabi'in, man amana billahi”. Jadi mereka adalah monoteis.
Bagaimana pandangan Anda tentang MUI?
MUI itu didirikan di masa Orde Baru, sama dengan KNPI. Kita husnu dzan saja ya. Waktu itu ia bermanfaat sebagai forum antar-mazhab yang mewakili kelompok Islam. Itu okelah. Tapi sekarang masanya sudah berubah. Kita harus tanyakan: Apakah MUI itu? Dikatakan ormas, jelas bukan. Karena MUI tidak punya massa.
Apakah dia semacam Darul Ifta' (Lembaga Fatwa)?
Kalau dia Darul Ifta', ya nggak usahlah besar-besar seperti itu. Cukup 10 kyai dari berbagai mazhab yang duduk di situ, ditambah 4 atau 5 orang sekretaris, sudah cukup. Seperti Mahkamah Konstitusi atau Lembaga Kehakiman. Sampai sekarang payung hukumnya belum jelas.
NU dikenal sebagai kelompok konservatif dan Muhammadiyah modernis. Sehingga NU bisa dikatakan memiliki ikatan emosional dengan tradisi-tradisi atau agama-agama lokal seperti Islam waktu telu dan Sunda wiwitan. Bagaimana pendapat Anda ?
Kita tetap harus berdakwah tentang Islam yang sebenarnya kepada mereka. Ada prinsip-prinsip ma'lum min ad-din bidh-darûrah (yaitu ada prinsip agama yang tidak bisa ditawar), seperti rukun Islam itu ada lima, rukun iman itu ada enam, Nabi Muhammad itu Nabi terakhir, al-Quran itu wahyu terakhir. Masalah rincian yang parsialnya silakan berbeda.
Kalau begitu, dari berbagai mazhab di Indonesia yang keras dan yang lunak itu, kira-kira perekatnya apa?
Tetap. Kalau mereka mereka masih meyakini rukun Iman dan rukun Islam, mereka masih dikategorikan Islam.
Soalnya masih ada kelompok yang masih mempermasalahkan masalah-masalah yang kecil-kecil begitu…
Gak apa-apa, masalah-masalah itu justru merupakan dinamika kita dalam bermasyarakat. Yang tahlil, yang nggak tahlil, yang salat tarawih 20 atau 8 rakaat itu dipersilakan.
Masih ada yang menyesatkan dan mengafirkan orang tanpa dasar. Padahal mereka tahu bahwa kelompok yang mereka kafirkan itu masih mengimani Allah, al-Quran dan sebagainya?
Kalau begitu nggak akan pernah ketemu. Jangankan dengan non-Muslim, dengan sesama Muslim pun, baik yang Persis, NU, Muhammadiyah, atau pun Syiah, tidak akan ketemu kalau itu masih dipersoalkan.
Ada kalangan yang berpendapat bahwa karena mayoritas Indonesia itu Islam dan tradisinya adalah tradisi Muslim itu maka formalisasi syariat Islam melalui Perda-perda syariat Islam akan semakin menguatkan posisi Islam Indonesia. Pandangan Anda?
Pertama-tama, yang Anda harus ketahui, berapa persen masyarakat Indonesia yang familiar dengan al-Quran? Yang melek sejarah Islam saja, berapa persen? Paling-paling Cuma 12% yang bisa baca dan familiar dengan al-Quran. Kita ini masih dalam marhalah (fase) dakwah, masih jauh dari Islam yang sebenarnya kita inginkan.
Yang kedua, (bila ada) teman-teman kita yang kembali ke gerakan salaf, itu bagus dan harus, sebab di dalam hadis dikatakan, “Khairu qurun, qurni tsummal ladzina yalunahum” (sebaik-baik masa adalah masaku dan masa-masa setelahku).
Tapi contoh (gerakan salaf) bukan berarti memelihara jenggot dan bercelana di atas mata kaki. Kalau sekadar ingin berjenggot atau bercelana seperti itu, ya silakan.
Kita harus mengetahui bahwa tiga abad pertama Islam itu adalah masa-masa kejayaaan dan keemasan, yaitu masuknya tsaqafah (kebudayaan) hadharah (peradaban), ilmu pengetahuan, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tajwid, ilmu qiraat, ilmu nahwu, sharaf, balaghah, kedokteran, astronomi, dengan tokoh-tokohnya: Ibnu Sina, al-Farabi, al-Kindi, al-Khauqa, al-Idrisi yang ahli ilmu bumi. Semua terjadi di abad ketiga Hijriah, di samping Syafi'i, Maliki, Hambali, Hanafi, Bukhari, Muslim.
Jadi, kalau kita mau bicara kembali ke salaf, ayo, saya setuju, tapi ilmunya (peradabannya) bukan hanya simbol sorbannya, jenggotnya dan juga celana yang di atas mata kaki itu. Ayo kita kembali membangun kejayaan Islam seperti salaf.
TENTANG MAULID NABI SAW
Salah satu bentuk kembali ke salaf yaitu mengagumi Nabi Muhammad saw. Tapi mengapa dalam tradisi Muslim, hanya kelahiran Nabi yang diperingati, sedangkan hari wafat ulama diperingati?
Karena Nabi Muhammad lahir sebagai rahmat bagi seluruh alam, begitu lahir pun sudah menjadi rahmatan lil ‘alamin. Kalau manusia biasa selain Nabi, tidak diketahui akan menjadi apa kelak anak tersebut. Nah, setelah hidupnya terbukti bahwa dia adalah seorang yang alim, barulah wafatnya diperingati.
Kenapa haulnya Nabi tidak diperingati, hanya lahirnya saja?
Karena sejarah dan pujian-pujian dalam syar-syair itu pun hanya pada hari lahirnya saja. (Dikatakan) bahwa Nabi lahir dengan penuh lautan cahaya dan membawa kebebasan, mengangkat derajat manusia, mengubah tatanan dunia. Yang disebut-sebut itu lahirnya dan bukan haulnya.
Dalam syair-syair seabrek-abrek disebutkan tentang kelahiran Nabi seperti yang terdapat di dalam Diba, Barzanji dan Burdah, Simtu Durar. Kalau Orang-orang mau menggubah syair atau sastra puji-pujian, yang ditekankan adalah kelahiran Nabi yang membawa rahmat.
Kalau haul ulama? Meniru keteladanannya, itu sebenarnya. Haul Sunan Gunung Jati, misalnya, diperingati karena beliaulah yang berjasa besar membawa Islam dan mengislamkan seluruh Jawa Barat ini. Termasuk wilayah Jayakarta, Banten, Sunda, dan Cirebon. Semuanya menjadi Muslim dan mengalahkan kerajaan Pajajaran pada waktu itu.
Mengapa penghinaan kepada sosok Muhammad mendapat reaksi yang sangat keras dibanding penghinaan kepada Allah Swt atau Tuhan?
Saya tidak akan menjawabnya secara renci. Begini, kalau ada yang mengaku dirinya tuhan, dengan sendirinya dia segera tertolak mentah-mentah oleh semua orang yang waras akalnya. Bisa terjadi ada beberapa atau sejumlah orang akan percaya dengannya. Penghina tuhan akan kualat dengan sendirinya karena Tuhan tetap saja Tuhan.
Berbeda halnya ketika ada orang yang mengaku nabi itu, kita akan memprotes keras. Misalnya Nabi dikritik karena poligaminya. Sebenarnya Nabi melakukan itu sebagai siasat perang. Perlu penjelasan dan pemaparan khusus akan hal ini.
Kenapa perayaan Maulid Nabi di masyarakat NU itu lebih meriah dan lebih simbolis ketimbang di masyarakat Muhammadiyah?
Karena di sini ada budaya Syiah. NU menerima budayanya, bukan fikih atau teologinya. Budaya Syiah itu ya mencintai Nabi dan Ahlulbait. Di dalam bait-bait syair Barzanji tidak ada yang memuja dan nyanjung Abu Bakar, Umar dan Usman. Nggak ada.
Contohnya, “Kami mempunyai bapak yang sangat kami cintai, yaitu Muhammad, kami punya Ali al-Murtadha, kami punya as-Sibthain (Hasan dan Husain), kam Imam min ba'da khalafu (dan imam-imam setelahnya) seperti Ali Zainal Abidin, anaknya Muhammad al-Baqir, sebaik-baiknya wali, dan putranya ash-Shadiq (Imam Ja'far Shadiq) dan putranya Ali Ridha, begitu lho.
Jadi budaya Syiah masuk ke NU. Bahkan budaya Syiah pun masuk pesantren. Contohnya penghormatan kepada kyainya. Kalau kyainya meninggal maka yang menggantikannya adalah anaknya sekalipun secara kualitas sangat jauh berbeda. Soalnya keilmuannya, ya dia akan bisa mendapatkan dari guru-gurunya yang lain.

Kalau banyak berasal dari kultur Syiah, apakah masyarakat yang sadar akan beralih ke gaya mencintai Nabi ala Muhammadiyah?
Nggak. Silakan Maulid Nabi dan Dibaan itu dikritik, tetap saja nggak bisa hilang dari kami. Malah yang kritik itu sendiri yang terpental.Mengapa?
Sebab Allah Swt sendiri yang memuji beliau. Dalam al-Quran, “Innaka la'alâ khuqin azhîm”. Dan kita punya keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah pemberi syafaat sebagaimana yang tercantum di dalam hadis-hadis sahih. Orang-orang yang banyak dosanya, kalau mereka berziarah kepada Nabi Muhammad dan beristigfar, dan Nabi sendiri memintakan ampunan, pasti mereka akan diampuni dosa-dosanya. “Walau annahum zhalamû anfusahum jâ'ûka fastagfaruhumullah wastagfaruhumur- rasul. Lawajadûllaha tawwabar-rahima.”
Ada yang bertanya, apakah Nabi Muhammad saw masih hidup sampai sekarang? Jawabannya, ya. Nabi masih hidup sampai sekarang. Buktinya, “Assalamu ‘alaika” dalam tahiyat salat, “‘alaika” berarti beliau masih hidup.
Jadi, mereka yang datang ke kuburan jasad Nabi (di Madinah) lalu dia beristigfar dan Nabi memantau istigfar kita kepada Allah, maka Allah akan pasti akan mengampuni dosa-dosanya.
TENTANG KULTUR SYIAH
Suni plus kultur Syiah ini, apa hanya khas di NU saja ataukah ada di tempat lain juga?
Tidak. di Mesir Maulid Nabi semarak sekali, ada tahlilan dan tawasulan. Begitu pula di Maroko. Di Saudi nggak semua (mengharamkan) , hanya Najd dan Riyadh saja. Orang-orang Hijaz dan Madinah masih (membaca) Barzanji segala macam.
Pada dasarnya umat Islam yang ada di Nusantara ini pada umumnya, terutama NU, berhutang budi banyak terutama kepada Ahlulbait yang telah menyebarkan Islam di Nusantara sejak dahulu kala. Kita semua tahu bahwa beberapa Wali Songo itu rata-rata keturunan Ahlulbait. Karena itu budaya Ahlulbait, budaya Syiah, mempunyai kesamaan dengan budaya Islam Indonesia. Seperti tawassul kepada Sayidina Ali dan Ahlulbait lainnya. Doa-doa seperti hizib yang dibaca oleh orang-orang kampung itu dimulai dengan (mengirim) surah Al-Fatihah kepada Rasulullah dan Ahlulbait.

Tapi tradisi-tradisi seperti itu mulai menghilang dengan datangnya Wahabisme dan modernitas?
Pilar pertahanan Islam adalah budaya. Selama masih ada tahlilan, Diba, Barzanji, puja-puji kepada Rasulullah saw tidak bisa dihilangkan. Partai politik dan ormas bisa dihilangkan atau dilarang, tetapi budaya tidak bisa dihilangkan.
Hati umat Islam Indonesia dan dunia sudah terpatri dengan kecintaan kepada Rasulullah dan Ahlulbaitnya secara mendalam, terlepas dia itu Suni atau Syiah. Semuanya mencintai dan menghormati Ahlulbait.
Di Indonesia ada syair yang dibacakan kalau ada yang tertimpa musibah atau penyakit menular, yaitu: “li khamsatun utfi biha harral wabai hatimah, al-Mustafa wal murtadha wabna huma wa Fathimah” (Saya mempunyai lima orang yang bisa menolak bala yaitu yang pertama, al-Mustafa Muhammad, yang kedua al-Murtahda Ali, dan kedua anakanya Hasan dan Husain, serta yang kelima Fathimah). Itu dibacakan oleh orang-orang kampung. Luar biasa. Selama itu masih dibaca, selama itu pula budaya Syiah masih ada di Indonesia.
Dengan kata lain, Anda ingin mengatakan bahwa Wahabisme tidak bisa masuk ke dalam tradisi NU?
Ya. Silahkan mereka membuat yayasan di mana-mana, tetapi karena sudah jadi budaya itu tidak akan lepas dari NU.
Bagaimana kasus komunitas Syiah di Bondowoso yang diisukan dekat dengan NU?
Itulah yang sangat disayangkan. Saya menghimbau dan mengharapkan kepada teman-teman aktivis Syiah, jangan sekali-sekali memformalisasikan mazhab. NU tidak pernah memusuhi Syiah. Mungkin malah sayang Syiah. Tapi bagaimanapun NU kan Suni yang beraliran Asy'ari dan di bidang tasawufnya adalah al-Ghazali.
Jadi, jangan sekali-kali menonjolkan formalitas mazhab. Hubungan kita dengan Ahlulbait (Syiah) sudah sangat indah sekali, tidak bisa dilepaskan atau dijauhkan antara keduanya.
Orang-orang awam belum mengetahui sejauh mana budaya Syiah itu. Hanya kita-kita yang berpendidikan sajalah yang memahami semua hal itu. Memformalkan Syiah hanya akan merugikan kita semua.
Bagaimana dengan transfer khazanah keilmuan dari Persia ke budaya Indonesia?
Sangat luar biasa. Contohnya, huruf terakhir kata Arab yang diserap dalam Bahasa Indonesia yang berakhiran “h” dibaca “t”, seperti “surat”. Ini adalah budaya Persia.
Ada lagi budaya Persia yang masuk ke dalam budaya Indonesia. Kalau kita membaca al-Quran, misalnya “Hudan lil-muttaqin” , maka (di akhir ayat pendengar) akan dijawab dengan “Allah” (dengan nada panjang dan lembut). Itu merupakan budaya Iran yang mencirikan kelembutan khas Iran.
Mesir tidak begitu. Kalau mereka mendengar kata “Hudan lil-muttaqin” dibacakan maka mereka akan menjawab “Allahu Akbar” (dengan suara lantang). Kalau mereka mendengar orang membaca al-Quran dengan merdu kemudian tersentuh hatinya, seperti bacaan Syekh Abdul Basith, maka mereka akan berucap “Allah” (dengan keras).
Konflik antar mazhab semakin mengeras semenjak Wahabisme muncul. Bagaimana NU memahami Wahabi?
Saya memahami Wahabi bagian dari Suni, tetapi Suni versi Mazhab Hambali. Hambali sendiri adalah di antara empat (mazhab) yang paling keras. Hambali ini pun kemudian ditafsirkan oleh Ibnu Taimiyah sehingga menjadi lebih keras. Operasionalnya dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, menjadi semakin keras lagi dibandingkan dengan kepala induk dari mazhab ini sendiri. Salah seorang imam yang paling keras adalah Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab lebih keras lagi daripada Ibnu Taimiyah.
Apakah yang Anda bisa simpulkan dari fenomena ini?
Kesimpulannya yang ingin saya sampaikan adalah bahwa Islam datang ke Indonesia dulu bil hikmah wal mau'izhah wal mujadalah. Dengan penuh hikmah (wisdom), akhlakul karimah, budaya, mauizhah (ceramah yang bagus), dengan diskusi dan debat yang ideal dan bagus. Semua itu dilakukan oleh Ahlulbait dan diteruskan oleh para mubalig dan para Kyai.
Konon ada beberapa kyai yang keturunan Ahlulbait, tapi gelarnya dikesampingkan dan ditutupi. Saya sendiri, katanya, ada (garis) keturunan dari Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati. Kyai Sahal Mahfudz keturunan Sunan Kudus. Dan apalagi Gus Dur keturunan Sunan Ampel. Semua itu kembali kepada Ahlulbait. Orangtua-orangtua kita menghapus atau tidak menyebutkan al-Haddad, al-Habsyi dan sebagainya. Semua leluhur saya bliang begitu. Kakek saya semuanya keturunan Ahlulbait.
Kesimpulan kedua, karena dakwahnya bil hikmah, maka budaya itu menyatu dengan kehidupan kita sebagai orang Islam melalui salawatan, puji-pujian dan melalui doa-doa. Jadi kita tidak bisa dipisahkan dengan budaya Ahlulbait. Sekali lagi, budayanya lho, bukan akidah atau politiknya.
Cara berpikir Syiah boleh kita ambil meskipun kita berfikih Syafi'i dan berakidah Asy'ari. Lama-lama ini akan menjadi sebuah budaya dan nggak usah ditutup-tutupi.
Di Indonesia juga ada tradisi Asyura (seperti upacara Tabut di Padang dan itu adalah budaya Syiah) juga tradisi mencintai Imam Ali. Semua orang tahu bahwa Sayidina Ali adalah seorang yang hebat dan mulia. Semua ini sudah menjadi sebuah budaya yang turun temurun yang diciptakan di komunitas masyarakat Islam Indonesia.
TENTANG BUDIDAYA TASAUF
Apabila bentuk-bentuk keagamaan yang simbolis malah meruncingkan perbedaan antar mazhab, bisakah tasawuf atau mistisisme menjadi titik temu?
Mistisisme merupakan titik temu dan muara dari segala agama, bukan saja antara Islam dengan Islam saja tetapi di luar agama Islam. Seperti inilah yang dipraktikkan tasauf. Tidak ada orang yang tidak suka terhadap nilai-nilai keindahan akhlak seperti sabar, tulus dan sebagainya.
Nggak ada orang yang menolak semua nilai itu meskipun kalangan Kristen, Hindu dan Budha dan Kong Hu Chu. Semua (ajaran) mengarah ke sana, kan? Karena dia merupakan puncak dari moralitas dan spiritual. Jadi dengan ini, kita bisa mempertemukan antara agama bukan hanya antara mazhab saja.
Mempertahankan tasawuf hanya berarti melalui tradisonalisme, sedangkan tradisi itu adalah masalah utama masyarakat neo-modern. Bisakah kalangan muda NU eksis di dalamnya?
Begini, yang namanya budaya atau tradisi itu berangkat dari kampung. Kemudian kita membawanya ke kota dan di sana kita angkat ke atas (permukaan). Ia (tradisi tasauf itu) boleh dikritik, diperbaiki dan ditambal kekurangan-kekurang annya.
Apakah hal itu tidak malah menghancurkan basis-basis tradisi yang ada di desa?
Tradisi itu kan berasal dari desa (kampung). Akarnya budaya itu berasal dari desa. Saya tidak bisa lepas dari budaya dan tradisi desa di mana saya berasal. Anda yang Sunda juga pasti dia tidak akan bisa lepas dari budaya Sunda yang Anda bawa dari desa ke Jakarta. Karena itu di mana pun Anda berada pasti unsur atau pola pikir Sundanya nggak akan hilang. Yang dari Madura juga tidak akan hilang. Di situlah, silahkan kalau ada kritik atau perbaikan, yang penting tidak bertabrakkan dengan kalimat La Ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah.
Salah satu menanamkan nilai-nilai adalah lewat peringatan-peringat an, dan itu juga menjadi momentum persatuan umat.
Ya. Dulu Maulid Nabi dimulai pertama kali oleh Khalifah Mu'idz Lidinillah, khalifah Fathimiah, salah satu khalifah keturunan Abdullah dari Tunisia tahun 363 H. Dia lalu masuk Kairo dan mengalahkan Ahmad bin Thulun. Khalifah Mu'idz kemudian menyatukan umat untuk merayakan Maulid Nabi secara besar-besaran.
Dia kemudian mendirikan sekolah al-Azhar dengan nama Jauhar ath-Thaqul, lalu membangun kota Qahirah (Kairo) hingga kemudian dikalahkan oleh Dinasti Mamalik dan kemudian oleh Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.
Artinya, seremonial-seremoni al seperti itu bisa menyatukan umat, dan menyatakan kepada umat bahwa kita memiliki seorang pemimpin yang namanya Muhammad dan kita harus mengikuti ajaran dan dakwahnya. Hal ini, sama halnya dengan kita memperingati hari 17 Agustus, untuk memperingati bahwa dulu bapak-bapak dan orangtua-orangtua kita telah mengorbankan nyawa, harta dan pikirannya demi kemerdekaan dan membangun Negara Indonesia yang tercinta ini. Adapun bentuk seremonialnya bisa disesuaikan dengan aneka kebudayaan umat yang ada, seperti di Yogyakarta misalnya dengan cirinya sendiri, di Cirebon dengan cirinya sendiri dan di Mesir pun akan lain lagi.

TENTANG MENGAJARKAN CINTA NABIBerarti harus adanya pentradisian di dalam keluarga?Ya.
Bagaimana kiat Anda dalam mendidik keluarga agar mencintai Nabi dan Ahlulbaitnya?
Setiap pagi anak-anak saya mendengar bapaknya melantunkan bait-bait Burdah. Pasti lama-lama mereka pun akan ikut juga. Saya hafal Burdah, Barzanji dan Diba. Nazham-nazhamnya saya hafal, Asyraqal Badru ‘Alaina, dan yang lain-lainnya juga saya hafal. Begitu juga, ketika saya masih kecil di kampung. Begitu saya melek (bangun tidur), saya mendengar bapak saya membaca Burdah, Barjanji, dan Diba. Jadi, saya hafal bait-bait syair berikut nazham-nazhamnya itu dengan itu dengan sendirinya.
Nggak usah Maulid Nabi, setiap kita ceramah, khotbah, dan dakwah kita pasti menyampaikan sejarah Nabi. Itu berarti memperingatkan kita bahwa kita punya pemimpin yang harus kita taati.
Itu dibaca tiap kapan?
Tiap malam. Saya membaca Burdah itu malam sebelum subuh. Dan ini ada kisahnya. Ada seorang dari Alexandria bernama Abu Sa'id al-Busri yang terkena stroke dan mimpi berjumpa Rasulullah saw. Dia meminta izin akan mengubah syair kasidah untuk memuji-muji beliau. Setelah beliau pulang kembali bait syair itu sudah rampung. Lalu Rasulullah saw mempersilakannya. Setelah dia selesai menampilkan syairnya di depan Rasulullah saw, Rasulullah saw mengusap-ucap wajahnya dan keesokan harinya dia sembuh dari penyakit strokenya itu.[]

2 komentar:

Anonim mengatakan...

RABITHAH ALAWIYAH
Visi dan Misi
AZAS, VISI, MISI dan TUJUAN, Dalam Anggaran Dasar telah dinyatakan bahwa organisasi ini mempunyai Azas, Visi, Misi dan Tujuan sebagaimana ditetapkan dalam Muktamar,yaitu:
• Azas
Rabithah Alawiyah dibangun dengan azas Islam yaitu berpegang kepada Alquran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW, sebagai kelanjutan dari apa yang diwariskan oleh tokoh Alawiyin pendiri Arrabitatoel al-Alawijah, sesuai dengan Thariqah Alawiyah. Menerima Pancasila sebagai azas Negara RI.

• Visi
Menjadi wadah penggerak dan pemersartu Alawiyin di Indonesia.

• Misi
Membina Ukhuwah Islamiyah, meningkatkan kesadaran dan peran serta Alawiyin dalam kehidupan bermasyarakat , menciptakan kader - kader Alawiyin sebagai insan dan pemimpin yang berakhlaqul karimah, menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.

• Tujuan
Meningkatkan kesejahteraan lahir batin Ummat Islam Indonesia umumnya dan Keluarga Alawiyin khususnya.



SUSUNAN KEPENGURUSAN
RABITHAH ALAWIYAH PERIODE 2006-2011

Dewan Penasehat

Ketua : Hb. Abdurrahman Syech Alatas
Anggota :
- Hb. Dr. Syechan Syaukat Syahab
- Hb. Umar Muhammad Muclahela
- Hb. Dr. Quraisy Syahab
- Hb. Husein Ali Alatas
- Hb. Ali Abdurrahman Assegaf
- Hb. Abdurrahman Muhammad Al-Habsyi
- Hb. Abdul Kadir Muhammad Al-Haddad
- Hb. Dr. Salim segaf Al-Jufri
- Hb. Muhammad Assegaf, SH.

Dewan Pengawas

Ketua : Muhsein Muhdhor Khamur
Wakil Ketua : Kadzim Salim Al-Hiyed
Anggota :
- Ja'far Al-Haddar
- Ahmad AR. Massawa
- Muhammad Husein Assegaf
- Ketua Jamiat Kheir
- Ketua Daarul Aitam

Dewan Pengurus

Ketua Umum : Zen Umar Smith
Wakil Ketua Umum : Muhsin Idrus Al-Hamid
Ketua : Muhammad Rizik Syahab
Ketua : Ahmad Abdullah Al-Kaff
Ketua : Ahmad Fahmi Assegaf
Ketua : Ismet Abdullah Al-Habsyi
Sekretaris Umum : Umar Ali Az-Zahir
Wakil Sekum : Idrus Alwi Al-Masyhur
Bendahara Umum : Abdulkadir Abdullah Assegaf
Wakil Bend. Umum : Ahmad Umar Muclahela


Bidang Pemberdayaan Usaha :

- Ahmad Riyadh Al-Khiyed
- Naufal Ali Bilfaqih

Bidang Kesejahteraan dan Sosial :

- Abubakar Umar Alaydrus
- Husein Muhammad Al-Hamid

Bidang Pemberdayaan Pemuda Dan Wanita :

- Abdurrahman Alaydrus
Bidang Informasi dan komunikasi :

- Faisal Assegaf

Bidang Organisasi :

- AbdurrahmanAK. Basurrah

Bidang Pendidikan :

- Muhammad Anis Syahab
- Muhammad Idrus Al-Hamid
- Toha Hasan Al-Habsyi


Bidang Dakwah :

- Jindan Naufal Djindan
- Muhammad Vad'aq
- Muhammad Ridho bin Yahya
Program Kerja
I) Maktab Daimi

1.1.Upaya menjadikan Maktab Addaimi satu-satunya lembaga nasab Alawiyin
1.2.Pemutahiran data Alawiyin
1.3.Pelatihan Kader pelestarian Nasab

II) Keagamaan

2.1.Memfasilitasi para Dai Alawiyin dalam kegiatan dakwah di daerah (Cabang)
2.2.Mendokumentasikan kegiatan para Dai yang berkualitas sebagai media dakwah
2.3.Menjadikan potensi seremonial kegiatan keagamaan sebagai media silaturahmi dan pembahasan masalah-masalah aktual.

III) Pendidikan & Kesejahteraan

3.1.Menerbitkan buku panduan untuk menumbuhkan ghiroh Alawiyin
3.2.Memfasilitasi forum komunikasi lembaga pendidikan milik alawiyin minimal satu tahun sekali
3.3.Pemberian beasiswa bagi pelajar/mahasiswa Alawiyin berprestasi yang tidak mampu
3.4.Mengupayakan peluang beasiswa pendidikan dari lembaga Luar negeri
3.5.Meningkatkan pemanfaatan website Rabithah Alawiyah ( www.rabithah.net) dan email (sekretariat@rabithah.net)dalam pemberian informasi peluang kerja dan usaha dari dan ke seluruh cabang
IV) Pendanaan

4.1.Mengaktifkan donatur tetap
4.2.Meningkatkan penerimaaan Zakat,infaq,Shadaqah
4.3.Mendirikan badan usaha/koperasi
4.4.Mengusahakan bantuan dari luar negeri

REKOMENDASI

1. Mendokumentasikan manuskrip dari Alawiyin
2. Mendirikan perpustakaan Ke-Islaman

3. Turut serta dalam pembentukan Rabithah Islamiyah Indonesia.
4. Berperan aktif dalam kegiatan Organisasi Islam

5. Mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi program kerja minimal 2 tahun sekali

Dalam menangani dan menghadapi tantangan Wahhabi, jangan pula kita lupa satu lagi virus yang amat berbahaya kepada umat Islam, bahkan mungkin lebih bahaya dari Wahhabi, yang boleh menjerumuskan umat ke arah kesesatan dan kebinasaan. Syiah tidak kalah dengan Wahhabi dalam memusuhi dan membunuh Ahlus Sunnah wal Jamaah. Bahkan terdapat kalangan mereka yang terkenal melakukan pembunuhan demi mencapai cita-cita dan hasrat mereka. Sudah tidak menjadi rahsia bahawa kejatuhan Daulah 'Abbasiyyah di Baghdad juga akibat pengkhianatan puak Syiah. Siapa tidak tahu mengenai Nashiruddin ath-Thusi yang sanggup bersekongkol dengan pihak Monggol untuk membunuh kaum Muslimin. Janganlah kerana layap leka mengagungkannya sebagai seorang ahli astronomi dan saintis, maka kita lupa kepada jenayah dan pengkhianatannya terhadap umat ini. Kita tidak tahu entah berapa ramai orang Ahlus Sunnah wal Jamaah telah dibunuh mereka, bahkan sehingga kini Ahlus Sunnah masih ditindas di Iran yang dahulunya adalah negara Ahlus Sunnah. Slogan perpaduan, "la Syiah wa la Sunnah", adalah seumpama slogan puak Khawarij sewaktu memerangi Baginda 'Ali r.a. iaitu perkataan yang benar tetapi tujuannya adalah kebatilan. Jika tidak ada perbezaan antara Sunnah dengan Syiah, maka kenapa perlu kamu wahai Syi`i menyebarkan fahaman kamu dalam negeri kami yang penduduknya telah sekian lama berada di bawah naungan 'aqidah Ahlus Sunnah wal Jama`ah? Allahu ... Allah, sungguh Syiah sama dengan Wahhabi, sama-sama memusuhi Ahlus Sunnah wal Jama`ah dan mereka akan menindas bahkan membunuh Ahlus Sunnah wal Jama`ah apabila dapat berbuat sedemikian. Siapakah kita ini, jika para sahabat yang mulia juga tidak lepas dari kebencian puak tersebut. Waspadalah wahai Sunniyyun.
Kepada keturunan habaib yang kami cintai, janganlah terpengaruh dengan dakyah puak Syiah yang kononnya mencintai kamu. Sungguh kecintaan mereka itu hanya tipuan semata. Berpeganglah kamu kepada jangan para salaf kamu yang mulia agar kalian dapat kami jadikan panutan sebagaimana leluhur kamu terdahulu.
Dalam satu pernyataan daripada Dewan Pengurus Pusat (DPP) Rabithah Alawiyah tentang perselisihan Sunni - Syiah dinyatakan antara lain:-
Surat pernyataan dari para ulama, munsib dan tokoh-tokoh keluarga Abi Alawi di Hadramaut dan al-Haramain mengenai urusan seputar Rabithah Alawiyah yaitu "Agar tetap kokoh dan istiqomah di atas fondasi, aturan-aturan dan Anggaran Dasar yang telah disusun oleh para pendiri dan kepengurusan Rabithah Alawiyah terdahulu yang berjalan di atas Thariqah Ahlu Sunnah Wal Jamaah al-Asy`ariyah, mengakui dan mengikuti madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hambali).
Diharap para habaib kita akan terus menjaga jalan para leluhur mereka. Dengan itu, tetaplah kemuliaan berada bersama mereka dan sentiasalah mereka menjadi ikutan dan panduan para muhibbin.
Posted at 08:32 pm by ahlulbait

Anonim mengatakan...

MUQOFFA MAHYUDDIN
SEBUAH SAPAAN PERADABAN BARU TENTANG RESOLUSI KONFLIK
Sunday, August 03, 2008
"Gebrakan Ilmiah NU Pasuruan Bongkar Kebohongan Aktivis Gender"


"Gebrakan Ilmiah NU Pasuruan Bongkar Kebohongan Aktivis Gender"

Belum lama ini, (September 2004), Rabithatul Ma'ahid Islamiyah
(RMI), Cabang Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, menerbitkan sebuah buku
berjudul "Menguak Kebatilan dan Kebohongan Sekte FK3". RMI adalah
organisasi ikatan Pondok Pesantren di bawah Naungan Organisasi Nahdhatul
Ulama (NU). Buku ini merupakan hasil kajian ilmiah Forum Kajian Islam
Tradisional Pasuruan (FKIT), yang beranggotakan kyai-kyai muda dari
berbagai pesantren, seperti Abdulhalim Mutamakkin, Muhibbul Aman Ali, HA
Baihaqi Juri, M. Idrus Ramli, dan sebagainya.=20

Para kyai itu merasa resah dengan terbitnya sebuah buku berjudul
"Wajah Baru Relasi Suami-Istri, Telaah Kitab 'Uqud al-Lujayn', karya Imam
Nawawi al-Bantani, seorang ulama terkenal yang dijuluki 'Sayyid Ulama
Hijaz'. Maka mereka melakukan diskusi ilmiah intensif lebih dari 20 kali,
dan hasilnya keluarlah sebuah buku ilmiah yang menarik ini. Tentu saja,
aktivitas ilmiah ini sangat membanggakan, mengingat begitu besarnya
perhatian para elite NU terhadap masalah-masalah politik, seputar
pemilihan Presiden tahun 2004. Sebagai 'ulama' pewaris para Nabi, para
kyai itu tampaknya tidak melupakan tugasnya untuk menjaga aqidah umat, di
tengah situasi dan kondisi yang tidak terlalu mendukung perjuangan ilmiah
mereka. Menyimak isi buku ini, bisa dikatakan, para kyai muda itu memiliki
daya intelektual dan penguasaan literatur-literatur Islam yang cukup
mendalam. Ratusan kitab-kitab klasik dikaji dan disajikan dengan baik
dalam buku ini.=20

KH Abdulhalim Mutamakkin, Ketua RMI Kabupaten Pasuruan, dalam
pengantarnya menyatakan, bahwa mengkritisi sebuah karya memang perbuatan
yang terpuji dalam rangka mencari suatu kebenaran. Akan tetapi apabila
dilakukan dengan cara dan tujuan yang tidak benar atau oleh orang yang
tidak memiliki cukup ilmu untuk memahami karya yang bersangkutan, maka
harus diluruskan. KH Ahmad Subadar, Rais Syuriah PCNU Kabupaten Pasuruan,
menulis dalam pengantarnya, "Saya telah melihat dan membaca risalah ini,
dan saya mengambil kesimpulan, bahwa risalah ini adalah benar-benar
menegakkan ajaran Rasululah saw, dan meluruskan paham orang yang salah,
melenceng dari tuntunan ulama'una al-salaf.=20

Telaah kritis para ulama Jawa Timur ini sungguh menyejukkan. Di
tengah kegersangan situasi intelektual, mereka mau dan berani berbicara
yang benar, mereka berani melawan arus besar, Gerakan yang mengatasnamakan
kesetaraan gender, yang justru disebarkan oleh para elite NU sendiri. Apa
yang mereka sebut sebagai "Sekte FK3" (Forum Kajian Kitab Kuning), yang
melakukan tindakan kebatilan dan kebohongan, adalah orang-orang yang cukup
terkenal di kalangan NU sendiri. Di situ ada nama Sinta Nuriyah
Abdurrahman Wahid, Masdar F. Masudi, Husen Muhammad, Lies Marcus, dan
sebagainya. Namun, para kyai dari kota kecil di Jawa Timur itu tidak
gentar dan mampu membuktikan, bahwa buku yang diterbitkan oleh FK3, yang
mengkritik kitab 'Uqud al-Lujayn, adalah buku yang bertaburan dengan
kebatilan dan kebohongan. Bagi kaum Muslimin yang tidak mempunyai
kemampuan dan keakraban dalam membaca karya-karya klasik ulama Islam,
memang bisa terpengaruh. Apalagi yang memang menginginkan masuknya paham
kesetaraan gender ala Barat dalam masyarakat Islam.=20

Orang-orang yang membawa ideologi kesetaraan gender ke dalam
pondok-pondok pesantren adalah juga orang-orang yang mempelajari
kitab-kitab klasik dan mencantumkan rujukan mereka pada karya-karya klasik
ulama Islam. Namun, melalui buku terbitan RMI Pasuruan ini, kebohongan dan
kebatilan kelompok FK3 itu dibongkar satu persatu.=20

Misalnya, penilaian FK3 terhadap hadits "Barangsiapa yang
meniru-niru suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." Terhadap hadits
ini, FK3 menulis: "jalur hadits ini dhaif sebagaimana ditetapkan oleh
al-Sakhawi dalam Kitab "al-Maqashid al-Hasanah". Pendapat itu dijernihkan
oleh FKIT, dengan menyebutkan, bahwa al-Albani dalam "Irwa' al-Ghalil fi
Takhrij Ahadits Manar al-Sabil" (hadits no 1269), menyatakan hadits itu
sahih. Kata-kata Sakhawi juga dipotong. Aslinya merupakan ungkapan dari
al-Munawi dalam Faidh al-Qadir, yang berbunyi: "Al-Sakhawi berkata, sanad
hadits Ibnu Umar dhaif akan tetapi memiliki beberapa syahid. Ibnu Taimiyah
berkata, sanadnya jayyid, dan Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari,
sanadnya hasan." FK3 memilih komentar al-Sakhawi karena menilai sanadnya
dhaif, dan tidak ingin menggunakan hadits itu.=20

Contoh lain, adalah sebuah hadith tentang larangan berkhalwat
(berudua-duaan) antara laki-laki dan wanita, yang dikatakan FK3 sebagai
hadits dhaif. Padahal, ada hadits lain dengan makna yang sama yang sahih.
Tetapi hal ini tidak disebutkan oleh FK3. Contoh lain adalah soal
kepemimpinan laki-laki terhadap wanita, sesuai ayat 34 surat an-Nisa':
"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita),
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka."=20

FK3 menulis komentar tentang ayat ini bahwa : "Mayoritas ulama fiqih
dan tafsir berpendapat bahwa qiwamah (kepemimpinan) hanyalah terbatas pada
laki-laki dan bukan pada perempuan, karena laki-laki memiliki keunggulan
dalam mengatur, berfikir, kekuatan fisik dan mental. Kata-kata FK3 itu
dikritik FKIT, dengan disebutkan, bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan
diantara ulama fiqih dan tafsir tentang kepemimpinan laki-laki dalam rumah
tangga termasuk dalam kepemimpinan negara (imamah). Masalah kepemimpinan
laki-laki ini dibahas dengan panjang lebar dan tampak bahwa argumentasi
FK3 atau aktivis kesetaraan gender, memang tidak kuat dan hanya
dicocok-cocokkan dengan kemauan dan tujuan ideologi kesetaraan gender,
yang belum tentu cocok dengan Islam.=20

Soal kepemimpinan laki-laki ini dihujat oleh FK3, dengan menyatakan,
bahwa "di masa sekarang dalam bidang ekonomi atau sosial, banyak perempuan
yang lebih unggul daripada laki-laki."=20

Argumentasi FK3 ini sangatlah lemah, sebab sejak dulu, ada saja
wanita yang lebih unggul dari laki-laki. Khadijah r.a. adalah seorang
wanita bangsawan dan kaya raya dan banyak mempekerjakan laki-laki,
termasuk Rasulullah saw, di masa mudanya. Siti Aisyah r.a., juga seorang
wanita yang unggul dalam kepemimpinan dan intelektual, melebihi banyak
kaum laki-laki di zaman itu. Belum lama ini terbit sebuah kitab fiqih
hasil ijtihad ulama perempuan terkemuka, yaitu Aisyah r.a. berjudul
"Mausu'ah Fiqh 'Aisyah Ummu al-Mu'minin Hayatuha wa Fiqhuha", setebal 733
halaman. Hasil ijtihad beliau sebagai seorang perempuan, tidak berbeda
dengan hasil ijtihad para mujtahid laki-laki. Namum, seringkali tuduhan
kepada para mujtahid dan fuqaha ditimpakan, bahwa fiqih didominasi oleh
laki-laki, dan ajaran agama ditafsirkan berdasarkan kepentingan
laki-laki."=20

Demikianlah kajian FKIT Pasuruan yang perlu ditelaah dna
didiskusikan lebih jauh, khususnya bagi kalangan NU, dan kaum Muslim pada
umumnya. Sebab, saat ini begitu gencar serangan terhadap ajaran-ajaran
Islam yang dinilai para aktivis gender ala sekular-Barat tidak cocok
dengan zaman. Tuduhan-tuduhan bahwa ajaran Islam banyak didominasi oleh
kaum laki-laki, seperti datang bertubi-tubi, sehingga bantak yang kemudian
meragukan ketulusan dan kecanggihan ijtihad para ulama terdahulu. Padahal,
sepanjang sejarah Islam, begitu juga banyak diantara ulama-ulama Islam
adalah wanita. Tetapi, mereka tidak pernah menggugat masalah kepemimpinan
laki-laki dalam rumah tangga, atau berbagai masalah yang dipersoalkan oleh
aktivis kesetaraan gender, seperti sekarang ini. Kepemimpinan bukan hanya
soal "hak", tetapi juga tanggung jawab. Artinya, bagi laki-laki, tanggung
jawab itu belaku di dunia dan akhirat. Dalam soal kepemimpinan negara pun,
banyak rakyat yang lebih pintar dan mahir dalam kepemimpinan dari kepala
negaranya. Oleh karena itu, seyogyanya, wanita memilih calon suaminya yang
"sekufu" atau laki-laki yang memang mampu menjadi pemimpin. Bisa saja
istri lebih pintar dari suaminya, tetapi hak kepemimpinan memang ada pada
suaminya, termasuk hak talak. Pemimpin yang baik, pasti akan memanfaatkan
kepintaran istrinya. Ini bukan masalah baru, sudah banyak rumah tangga
yang sukses, meskipun istri lebih pandai dari suaminya, dan tetap ia
menghormati kepemimpinan suaminya. Ini bukan soal tinggi atau rendah
martabat sebagai manusia, tetapi adalah soal tanggung jawab dan pembagian
tugas.=20

Masalah kesetaraan gender memang saat ini begitu menggejala dan
menjadi proyek yang banyak menyediakan dana. Beberapa waktu lalu, Tim
Pengarusutamaan Gender Departemen Agama telah memproduksi legal draft
Kompilasi Hukum Islam yang sangat kontroversial dan 'ajaib', yang tidak
berpijak pada metodologi Islam, tetapi pada prinsip-prinsip kesetaraan
gender, pluralisme, nasionalisme, dan sebagainya. Tanggal 25 Oktober 2004
lalu, Harian Kompas menurunkan tulisan seorang wanita aktivis Jaringan
Intelektual Muda Muhammadiyah, berjudul "Khatib Perempuan". Tulisan itu
menggugat, mengapa tidak ada khatib jumat atau salat tarawih yang
perempuan. "Tak adakah kesempatan bagi dai perempuan untuk berkhotbah?"
Dari sekian ribu masjid di Tanah Air, tulisnya, tak satu pun perempuan
menjadi khatib. Satu-satunya perempuan yang ia dengar berani berkhotbah
Jumat di hadapan pria adalah Prof Amina Wadud, sarjana Muslim terkemuka.
Ia naik mimbar Masjid Claremont Main Road di Cape Town di Afrika Selatan.=20

Menurut dia, secara umum, khatib adalah orang yang menyampaikan
ajaran agama atau khotbah sebelum shalat Jumat atau kegiatan keagamaan
lain. Untuk itu, seorang khatib harus memiliki kecakapan dan pengetahuan
agama yang baik. Dan kini yang memiliki kecakapan dan pengetahuan agama
yang cukup tak hanya laki-laki. Terbukti, kini mubalig perempuan telah
bermunculan. Sayangnya, mereka tetap tidak bisa menjadi khatib maupun iman
shalat di masjid. Mereka hanya bisa menjadi khatib atau imam di rumah atau
pelbagai majelis taklim di kalangan perempuan sendiri.=20

Jelaslah, kata wanita ini, perempuan tidak boleh berkhotbah di
masjid bukanlah karena ketidakmampuan mereka. Dalil-dalil yang menolak
perempuan untuk berkhotbah "harus dipahami secara kontekstual, sesuai
dengan situasi dan kondisi budaya saat dalil itu dikemukakan, sebab
prinsip utama dalam Islam adalah musawah, hak yang sama antara laki-laki
dan perempuan, tidak mengenal pembatasan dan diskriminasi dalam
pelaksanaan ibadah."=20

Kata dia: "Kala situasi sekarang berbeda dengan dulu, keamanan telah
sepenuhnya dijamin, dai-dai perempuan pun bermunculan, masihkah kita tidak
mau memberi kesempatan bagi perempuan untuk berkhotbah atau memimpin
shalat di masjid? Barangkali di antara kita belum ada yang berani tampil
seperti Prof Amina Wadud. Namun, setidaknya kita berani bertanya dalam
diri kita: apa yang sebenarnya kita takutkan dan apa yang kita
pertahanankan jika perempuan bicara di masjid? Apakah ada yang akan merasa
bakal kehilangan otoritasnya sebagai pemimpin agama dalam masyarakat?
Ataukah rasa maskulinitas kita sedang terancam?"=20

Wanita ini sedang menampilkan dirinya sebagai 'mujtahid' yang merasa
lebih hebat dari ribuan ulama, termasuk ulama-ulama wanita, seperti
Sayyidah Aisyah r.a. Sepanjang 1500 tahun, dan di belahan dunia mana pun,
ulama Islam tidak pernah berpikir semacam ini. Jika fiqih dipengaruhi oleh
waktu dan tempat atau budaya, di mana-mana kaum Muslim selama ribuan tahun
punya pendapat yang sama tentang banyak masalah fiqih. Tentu ada
perbedaan, tetapi bukan karena perbedaan budaya. Lalu, apakah yang
dimaksud dengan musawat? Apakah itu berarti persamaan dalam segala hal
antara laki-laki dan wanita? Jika si wanita ini merasa mampu dan berhak
menjadi khatib Jumat, apakah dia mau hukum salat Jumat juga wajib baginya?
Apakah si wanita ini lalu merasa menjadi terhormat jika dapat berkhotbah
Jumat?=20

Tanpa dia sadari, atau mungkin dia sadari, si wanita yang mengaku
dari aktivis organisasi intelektual Islam ini, sebenarnya sedang
membongkar agamanya sendiri. Dengan dalil "musawat" dia bisa membongkar
apa aja yang dikehendaki, yang penting sama dengan laki-laki. Dia bisa
menuntut hak talak, karena perempuan juga bisa mentalak suaminya. Wanita
juga bisa menuntut untuk masuk masjid, meskipu sedang haid, karena
sekarang sudah ada pembalut wanita yang mampu menahan ceceran darah. Di
masa turunnya ayat, pembalut wanita belum ada. Wanita juga bisa mencari
nafkah dan menjadi kepala keluarga. Wanita juga tidak harus melahirkan dan
menyusui anaknya, karena dia bisa menyewa orang lain untuk melahirkan dan
menyusui anaknya. Kelebihan seperti dalam surat an-Nisa ayat 34, menurut
mereka, bukan kelebihan berdasarkan jenis kelamin.=20

Inilah pemahaman yang keliru. Secara umum, hingga kini, dalam soal
fisik saja, laki-laki memang lebih unggul dari perempuan. Meskipun secara
perseorangan, banyak wanita lebih unggul dan lebih kuat secara fisik. Bisa
dipastikan, juara tinju dunia kelas berat wanita, Lamya Ali, misalnya,
lebih kuat pukulannya dan akan menang bertinju melawan Komar, pelawak yang
kini menjadi anggota DPR. Banyak wanita jago angkat besi atau bela diri
yang mungkin saja lebih kuat fisiknya ketimbang suaminya. Tetapi, secara
umum, tetap saja laki-laki lebih kuat. Para aktivis kesetaraan gender
sebenarnya mengakui hal ini. Maka mereka tidak memprotes, bahwa dalam
bidang olah raga, kaum wanita sebenarnya telah didiskriminasi dan
diperhinakan dengan sadis, dengan dibeda-bedakan kelompok pertandingannya
dengan laki-laki. Jika para aktivis kesetaraan gender ini konsisten, maka
mereka harusnya memprotes hal itu, dan menuntut, agar tidak ada lagi
pembedaan pertandingan tinju laki-laki dan tinju wanita, angkat besi
laki-laki dan angkat besi wanita, sepakbola laki-laki dan perempuan, gulat
laki-laki dan gulat wanita, bulu tangkis laki-laki dan wanita, dan
sebagainya.=20

Para aktivis kesetaraan gender ini tidak menuding, bahwa olimpiade,
Sea-games, dan sebagianya, adalah rekayasa kaum laki-laki, yang
mendiskriminasi wanita, karena memperlakukan wanita sebagai makhluk lemah.
Nyatanya, aktivis kesetaraan gender hanya berani menuduh-nuduh para ulama,
para fuqaha, bahwa mereka merakayasa hukum agama untuk kepentingan
laki-laki. Tuduhan yang sebenarnya sangat jahat, karena dilakukan
serampangan. Pada 21 November 2004, seorang yang mengaku aktivis liberal,
menulis di Harian Jawa Pos, bahwa ada seorang wanita, bernama Maryam
Mirza, yang melakukan khotbah shalat Id, di Amerika Serikat. Penulis ini
sangat bangga bahwa ada wanita bisa khotbah Id, sehingga ia puji
habis-habisan, dengan kata-katanya berikut:=20

"Penampilan Maryam Mirza memang bahkan bisa dikatakan "revolusioner"
- bukan hanya buat Muslim Amerika, tapi untuk seluruh dunia Islam.
Kesetaraan gender dalam Islam memang terlalu banyak dikatakan dan terlalu
sedikit dilaksanakan... Mudah-mudahan pada Idul Fitri tahun depan, kita di
Indonesia - kalaupun mustahil diharap di Arab Saudi -- pun bisa menikmati
tampilnya khatib perempuan dalam salat Id. Jika Maryam Mirza bisa, seperti
kata jamaah salat Id di Washington itu, tentu para perempuan Muslim lain
di mana pun bisa."=20

Memang, banyak wanita yang mampu menjadi khatib. Tetapi, ironis
sekali cara berpikir seperti ini, bahwa wanita menjadi khatib Id
dibanggakan, hanya karena "WTS" (Waton Suloyo/asal beda dengan yang lain).
Jangankan menjadi khatib, sekarang pun banyak wanita Muslimah yang bisa
membuat pesawat terbang dan menjadi cendekiawan-cendekiawan unggul, tanpa
perlu menjadi khatib Id. Apa yang perlu dibanggakan dengan hal semacam
ini? Sepanjang sejarah Islam, banyak wanita menjadi pejuang unggul, tanpa
perlu menuntut menjadi khatib. Cut Nya' Din, tetap dihormati dan dipuji
sebagai pahlawan. Cut Mutiah, namanya tetap harum. Mereka tidak berbuat
hal yang aneh-aneh untuk menjadi terkenal. Kalau si penulis artikel itu
ingin ada wanita jadi khatib shalat Id di Indonesia, biarlah istrinya
sendiri, yang jadi imam salat baginya, dan jadi khatib untuk keluarganya
sendiri. Biarlah dia memberi contoh, untuk dirinya sendiri, dan
mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT di Hari Akhirat nanti. Ibnu
al-Mundzir, dalam Kitab al-Ijma', (hal. 44) menjelaskan, bahwa soal imam
dan khatib ini sudah merupakan ijma' di kalangan sahabat. Para Ulama Islam
pun tidak pernah berbeda dalam soal ini. Wallahu a'lam.
Diposting oleh qoffa di 8/03/2008 03:02:00 AM 0 komentar
Saturday, July 26, 2008
AWAS BUKU SYI'AH
AWAS Buku Syi’ah
Posted on September 8th, 2002 by admin
Jika kita ke toko buku, terkadang tertarik dengan suatu buku. Namun jangan tergesa-gesa dahulu untuk membelinya. Lihat dulu pengarangnya. Apakah dari Ahlus Sunnah wal jama’ah atau bukan. Kalo perlu, lihat juga penerjemahnya (untuk yang bahasa Indonesia) dan penerbitnya. Jangan sampai kita salah di dalam memilih buku.
Pada kesempatan ini kami bawakan daftar buku-buku syiah yang kami dapatkan dari situs salah satu yayasan syiah di Yogyakarta.

Maksud kami ini tidak lain dan tidak bukan agar kita tidak tersesat dalam memilih buku. Kita tahu dan belajar kejelekan bukan untuk kita amalkan tapi untuk kita jauhi.

PENERBIT JUDUL
BUKU DAN PENGARANG
Lentera 1. Akhlak Keluarga Nabi, Musa Jawad Subhani
2. Ar-Risalah, Syaikh Ja?far Subhani
3. As-Sair Wa As-suluk, Sayid Muhammad Mahdi Thabathaba?i Bahrul Ulum
4. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, Khalil Al Musawi
5. Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Khalil al-Musawi
6. Bagaimana Menyukseskan Pergaulan, Khalil al-Musawi
7. Belajar Mudah Tasawuf, Fadlullah Haeri
8. Belajar Mudah Ushuluddin, Syaikh Nazir Makarim Syirasi
9. Berhubungan dengan Roh, Nasir Makarim Syirazi
10. Ceramah-Ceramah (1), Murtadha Muthahhari
11. Ceramah-Ceramah (2), Murtadha Muthahhari
12. Dunia Wanita Dalam Islam, Syaikh Husain Fadlullah
13. Etika Seksual dalam Islam, Murtadha Muthahhari
14. Fathimah Az-Zahra, Ibrahim Amini
15. Fiqih Imam Ja?far Shadiq [1], Muhammad Jawad Mughniyah
16. Fiqih Imam Ja?far Shadiq Buku [2], Muh Jawad Mughniyah
17. Fiqih Lima Mazhab, Muh Jawad Mughniyah
18. Fitrah, Murthadha Muthahhari
19. Gejolak Kaum Muda, Nasir Makarim Syirazi
20. Hak-hak Wanita dalam Islam, Murtadha Muthahhari
21. Imam Mahdi Figur Keadilan, Jaffar Al-Jufri (editor)
22. Kebangkitan di Akhirat, Nasir Makarim Syirazi
23. Keutamaan & Amalan Bulan Rajab, Sya?ban dan Ramadhan,Sayid Mahdi al-Handawi
24. Keluarga yang Disucikan Allah, Alwi Husein, Lc
25. Ketika Bumi Diganti Dengan Bumi Yang Lain, Jawadi Amuli
26. Kiat Memilih Jodoh, Ibrahim Amini
27. Manusia Sempurna, Murtadha Muthahhari
28. Mengungkap Rahasia Mimpi, Imam Ja?far Shadiq
29. Mengendalikan Naluri, Husain Mazhahiri
30. Menumpas Penyakit Hati, Mujtaba Musawi Lari
31. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur?an, Husain Fadhlullah
32. Monoteisme, Muhammad Taqi Misbah
33. Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani, Husain Mazhahiri
34. Memahami Esensi AL-Qur?an, S.M.H. Thabatabai
35. Menelusuri Makna Jihad, Husain Mazhahiri
36. Melawan Hegemoni Barat, M. Deden Ridwan (editor)
37. Mengenal Diri, Ali Shomali
38. Mengapa Kita Mesti Mencintai Keluarga Nabi Saw, Muhammad Kadzim Muhammad Jawad
39. Nahjul Balaghah, Syarif Radhi (penyunting)
40. Penulisan dan Penghimpunan Hadis, Rasul Ja?farian
41. Perkawinan Mut?ah Dalam Perspektif Hadis dan Tinjauan Masa Kini, Ibnu Mustofa (editor)
42. Perkawinan dan Seks dalam Islam, Sayyid Muhammad Ridhwi
43. Pelajaran-Pelajaran Penting Dalam Al-Qur?an (1), Murtadha Muthahhari
44. Pelajaran-Pelajaran Penting Dalam Al-Qur?an (2), Murtadha Muthahhari
45. Pintar Mendidik Anak, Husain Mazhahiri
46. Rahasia Alam Arwah, Sayyid Hasan Abthahiy
47. Suara Keadilan, George Jordac
48. Yang Hangat dan Kontroversial dalam Fiqih, Ja?far Subhani
49. Wanita dan Hijab, Murtadha Muthahhari
Pustaka Hidayah 1. 14 Manusia Suci, WOFIS IRAN
2. 70 Salawat Pilihan, Al-Ustads Mahmud Samiy
3. Agama Versus Agama, Ali Syari?ati
4. Akhirat dan Akal, M Jawad Mughniyah
5. Akibat Dosa, Ar-Rasuli Al-Mahalati
6. Al-Quran dan Rahasia angka-angka, Abu Zahrah Al Najdiy
7. Asuransi dan Riba, Murtadha Muthahhari
8. Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syiah, S Husain M Jafri
9. Belajar Mudah Ushuluddin, Dar al-Haqq
10. Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam, Husain Ali Turkamani
11. Catatan dari Alam Ghaib, S Abd Husain Dastaghib
12. Dari Saqifah Sampai Imamah, Sayyid Husain M. Jafri
13. Dinamika Revolusi Islam Iran, M Riza Sihbudi
14. Falsafah Akhlak, Murthadha Muthahhari
15. Falsafah Kenabian, Murthada Muthahhari
16. Gerakan Islam, A. Ezzati
17. Humanisme Antara Islam dan Barat, Ali Syari?ati
18. Imam Ali Bin Abi Thalib & Imam Hasan bin Ali Ali Muhammad Ali
19. Imam Husain bin Ali & Imam Ali Zainal Abidin Ali Muhammad Ali
20. Imam Muhammad Al Baqir & Imam Ja?far Ash-Shadiq Ali Muhammad Ali
21. Imam Musa Al Kadzim & Imam Ali Ar-Ridha Ali Muhammad Ali
22. Inilah Islam, SMH Thabataba?i
23. Islam Agama Keadilan, Murtadha Muthahhari
24. Islam Agama Protes, Ali Syari?ati
25. Islam dan Tantangan Zaman, Murthadha Muthahhari
26. Jejak-jejak Ruhani, Murtadha Muthahhari
27. Kepemilikan dalam Islam, S.M.H. Behesti
28. Keutamaan Fatimah dan Ketegaran Zainab, Sayyid Syarifuddin Al Musawi
29. Keagungan Ayat Kursi, Muhammad Taqi Falsafi
30. Kisah Sejuta Hikmah, Murtadha Muthahhari
31. Kisah Sejuta Hikmah [1], Murthadha Muthahhari
32. Kisah Sejuta Hikmah [2],Murthadha Muthahhari
33. Memilih Takdir Allah, Syaikh Ja?far Subhani
34. Menapak Jalan Spiritual, Muthahhari & Thabathaba?i
35. Menguak Masa Depan Umat Manusia, Murtadha Muthahhari
36. Menolak Isu Perubahan Al-Quran, Rasul Ja?farian
37. Mengurai Tanda Kebesaran Tuhan, Imam Ja?far Shadiq
38. Misteri Hari Pembalasan, Muhsin Qara?ati
39. Muatan Cinta Ilahi, Syekh M Mahdi Al-syifiy
40. Nubuwah Antara Doktrin dan Akal, M Jawad Mughniyah
41. Pancaran Cahaya Shalat, Muhsin Qara?ati
42. Pengantar Ushul Fiqh, Muthahhari & Baqir Shadr
43. Perayaan Maulid, Khaul dan Hari Besar Islam, Sayyid Ja?far Murtadha al-Amili
44. Perjalanan-Perjalanan Akhirat, Muhammad Jawad Mughniyah
45. Psikologi Islam, Mujtaba Musavi Lari
46. Prinsip-Prinsip Ijtihad Dalam Islam, Murtadha Muthahhari& M. Baqir Shadr
47. Rasulullah SAW dan Fatimah Ali Muhammad Ali
48. Rasulullah: Sejak Hijrah Hingga Wafat, Ali Syari?ati
49. Reformasi Sufistik, Jalaluddin Rakhmat
50. Salman Al Farisi dan tuduhan Terhadapnya, Abdullah Al Sabitiy
51. Sejarah dalam Perspektif Al-Quran, M Baqir As-Shadr
52. Tafsir Surat-surat Pilihan [1], Murthadha Muthahhari
53. Tafsir Surat-surat Pilihan [2], Murthadha Muthahhari
54. Tawasul, Tabaruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali, Syaikh Ja?far Subhani
55. Tentang Dibenarkannya Syafa?at dalam Islam, Syaikh Ja?far Subhani
56. Tujuan Hidup, M.T. Ja?fari
57. Ummah dan Imamah, Ali Syari?ati
58. Wanita Islam & Gaya Hidup Modern, Abdul Rasul Abdul Hasan al-Gaffar
MIZAN 1. 40 Hadis [1], Imam Khomeini
2. 40 Hadis [2], Imam Khomeini
3. 40 Hadis [3], Imam Khomeini
4. 40 Hadis [4], Imam Khomeini
5. Akhlak Suci Nabi yang Ummi, Murtadha Muthahhari
6. Allah dalam Kehidupan Manusia, Murtadha Muthahhari
7. Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami-Istri, Ibrahim Amini
8. Berhaji Mengikuti Jalur Para Nabi, O.Hasem
9. Dialog Sunnah Syi?ah, A Syafruddin al-Musawi
10. Eksistensi Palestina di Mata Teheran dan Washington, M Riza Sihbudi
11. Falsafah Pergerakan Islam, Murtadha Muthahhari
12. Falsafatuna, Muhammad Baqir Ash-Shadr
13. Filsafat Sains Menurut Al-Quran, Mahdi Gulsyani
14. Gerakan Islam, A Ezzati
15. Hijab Gaya Hidup Wanita Muslim, Murtadha Muthahhari
16. Hikmah Islam, Sayyid M.H. Thabathaba?i
17. Ideologi Kaum Intelektual, Ali Syari?ati
18. Ilmu Hudhuri, Mehdi Ha?iri Yazdi
19. Islam Aktual, Jalaluddin Rakhmat
20. Islam Alternatif, Jalaluddin Rakhmat
21. Islam dan Logika Kekuatan, Husain Fadhlullah
22. Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, Ali Syari?ati
23. Islam Dan Tantangan Zaman, Murtadha Muthahhari
24. Islam, Dunia Arab, Iran, Barat Dan Timur tengah, M Riza Sihbudi
25. Isu-isu Penting Ikhtilaf Sunnah-Syi?ah, A Syafruddin Al Musawi
26. Jilbab Menurut Al Qur?an & As Sunnah, Husain Shahab
27. Kasyful Mahjub, Al-Hujwiri
28. Keadilan Ilahi, Murtadha Muthahhari
29. Kepemimpinan dalam Islam, AA Sachedina
30. Kritik Islam Atas Marxisme dan Sesat Pikir Lainnya, Ali Syari?ati
31. Lentera Ilahi Imam Ja?far Ash Shadiq
32. Manusia dan Agama, Murtadha Muthahhari
33. Masyarakat dan sejarah, Murtadha Muthahhari
34. Mata Air Kecemerlangan, Hamid Algar
35. Membangun Dialog Antar Peradaban, Muhammad Khatami
36. Membangun Masa Depan Ummat, Ali Syari?ati
37. Mengungkap Rahasia Al-Qur?an, SMH Thabathaba?i
38. Menjangkau Masa Depan Islam, Murtadha Muthahhari
39. Menjawab Soal-soal Islam Kontemporer, Jalaluddin Rakhmat
40. Menyegarkan Islam, Chibli Mallat (*0
41. Menjelajah Dunia Modern, Seyyed Hossein Nasr
42. Misteri Kehidupan Fatimah Az-Zahra, Hasyimi Rafsanjani
43. Muhammad Kekasih Allah, Seyyed Hossein Nasr
44. Muthahhari: Sang Mujahid Sang Mujtahid, Haidar Bagir
45. Mutiara Nahjul Balaghah, Muhammad Al Baqir
46. Pandangan Dunia Tauhid,. Murtadha Muthahhari
47. Para Perintis Zaman Baru Islam,Ali Rahmena
48. Penghimpun Kebahagian, M Mahdi Bin Ad al-Naraqi
49. PersinggahanPara Malaikat, Ahmad Hadi
50. Rahasia Basmalah Hamdalah, Imam Khomeini
51. Renungan-renungan Sufistik, Jalaluddin Rakhmat
52. Rubaiyat Ummar Khayyam, Peter Avery
53. Ruh, Materi dan Kehidupan, Murtadha Muthahhari
54. Spritualitas dan Seni Islam, Seyyed Hossein Nasr
55. Syi?ah dan Politik di Indonesia, A. Rahman Zainuddin (editor)
56. Sirah Muhammad, M. Hashem
57. Tauhid Dan Syirik, Ja?far Subhani
58. Tema-Tema Penting Filsafat, Murtadha Muthahhari
59. Ulama Sufi & Pemimpin Ummat, Muhammad al-Baqir
YAPI
JAKARTA 1. Abdullah Bin Saba? dalam Polemik, Non Mentioned
2. Abdullah Bin Saba? Benih Fitnah, M Hashem
3. Al Mursil Ar Rasul Ar Risalah, Muhammad Baqir Shadr
4. Cara Memahami Al Qur?an, S.M.H. Bahesti
5. Hukum Perjudian dalam Islam, Sayyid Muhammad Shuhufi
6. Harapan Wanita Masa Kini, Ali Shari?ati
7. Hubungan Sosial Dalam Islam, Sayyid Muh Suhufi
8. Imam Khomeini dan Jalan Menuju Integrasi dan Solidaritas Islam, Zubaidi Mastal
9. Islam Dan Mazhab Ekonomi, Muhammad Baqir Shadr
10. Kedudukan Ilmu dalam Islam, Sayyid Muh Suhufi
11. Keluarga Muslim, Al Balaghah Foundation
12. Kebangkitan Di Akhirat, Nasir Makarim Syirazi
13. Keadilan Ilahi, Nasir Makarim Syirazi
14. Kenabian, Nasir Makarim Syirazi
15. Kota Berbenteng Tujuh, Fakhruddin Hijazi
16. Makna Ibadah, Muhammad Baqir Shadr
17. Menuju Persahabatan, Sayyid Muh Suhufi
18. Mi?raj Nabi, Nasir Makarim Syrazi
19. Nasehat-Nasehat Imam Ali, Non Mentioned
20. Prinsip-Prinsip Ajaran Islam, SMH Bahesti
21. Perjuangan Melawan Dusta, Bi?that Foundation
22. Persaudaraan dan Persahabatan, Sayyid Muh Suhufi
23. Perjanjian Ilahi Dalam Al-Qur?an, Abdul Karim Biazar
24. Rasionalitas Islam, World Shi?a Muslim Org.
25. Syahadah, Ali Shari?ati
26. Saqifah Awal Perselisihan Umat, O Hashem
27. Sebuah Kajian Tentang Sejarah Hadis, Allamah Murthadha Al Askari
28. Tauhid, Nasir Makarim Syirazi
29. Wasiat Atau Musyawarah, Ali Shari?ati
30. Wajah Muhammad, Ali Shari?ati
YAPI
Bangil 1. Akal dalam Al-Kafi, Husein al-Habsyi
2. Ajaran- ajaran Al-Quran, Sayid T Burqi & Bahonar
3. Bimbingan Sikap dan Perilaku Muslim, Al Majlisi Al-Qummi
4. Hawa Nafsu, M Mahdi Al Shifiy
5. Konsep Ulul Amri dalam Mazhab-mazhab Islam, Musthafa Al Yahfufi
6. Kumpulan Khutbah Idul Adha, Husein al-Habsyi
7. Kumpulan Khutbah Idul Fitri, Husein al-Habsyi
8. Metode Alternatif Memahami Al-Quran, Bi Azar Syirazi
9. Manusia Seutuhnya, Murtadha Muthahhari
10. Polemik Sunnah-Syiah Sebuah Rekayasa, Izzudddin Ibrahim
11. Pesan Terakhir Rasul, Non Mentioned
12. Pengantar Menuju Logika, Murtadha Muthahhari
13. Shalat Dalam Madzhab AhlulBait, Hidayatullah Husein Al-Habsyi
Rosdakarya 1. Catatan Kang Jalal, Jalaluddin Rakhmat
2. Derita Putri-Putri Nabi, M. Hasyim Assegaf
3. Fatimah Az Zahra, Jalaluddin Rakhmat
4. Khalifah Ali Bin Abi Thalib, Jalaluddin Rakhmat
5. Meraih Cinta Ilahi, Jalaluddin Rakhmat
6. Rintihan Suci Ahlul Bait Nabi, Jalaluddin Rakhmat
7. Tafsir Al fatihah: Mukaddimah, Jalaluddin Rakhmat
8. Tafsir Bil Ma?tsur, Jalaluddin Rakhmat
9. Zainab Al-Qubra, Jalaluddin Rakhmat
Al-Hadi 1. Al-Milal wan-Nihal, Ja?far Subhani
2. Buku Panduan Menuju Alam Barzakh, Imam Khomeini
3. Fiqh Praktis, Hasan Musawa
CV
Firdaus 1. Al-Quran Menjawab Dilema keadilan, Muhsin Qira?ati
2. Imamah Dan Khalifah, Murtadha Muthahhari
3. Keadilan Allah Qadha dan Qadhar, Mujtaba Musawi Lari
4. Kemerdekaan Wanita dalam Keadilan Sosial Islam, Hashemi Rafsanjani(et. al)
5. Pendidikan Anak: Sejak Dini Hingga Masa Depan, Mahjubah Magazine
6. Tafsir Al Mizan: Ayat-ayat Kepemimpinan, S.M.H. Thabathaba?i
7. Tafsir Al-Mizan: Surat Al-Fatihah, S.M.H. Thabathaba?i
8. Tafsir Al-Mizan: Ruh dan Alam Barzakh, S.M.H. Thabathaba?i
9. Tauhid: Pandangan Dunia Alam Semesta, Muhsin Qara?ati
10. Al-Qur?an Menjawab Dilema Keadilan, Muhsin Qara?ati
Pustaka Firdaus 1. Saat Untuk Bicara, Sa?di Syirazi
2. Tasawuf: Dulu dan Sekarang, Seyyed Hossein Nasr
Risalah
Masa 1. Akar Keimanan, Sayyid Ali Khamene?i
2. Dasar-Dasar Filsafat Islam[2], Bahesty & Bahonar
3. Hikmah Sejarah-Wahyu dan Kenabian [3], Bahesty & Bahonar
4. Kebebasan berpikir dan Berpendapat dalam Islam, Murtadha Muthahhari
5. Menghapus Jurang Pemisah Menjawab Buku al Khatib, Al Allamah As Shafi
6. Pedoman Tafsir Modern, Ayatullah Baqir Shadr
7. Kritik Terhadap Materialisme, Murtadha Muthahhari
8. Prinsip-Prinsip Islam [1], Bahesty & Bahonar
9. Syi?ah Asal-Usul dan Prinsip Dasarnya, Sayyid Muh. Kasyful Ghita
10. Tauhid Pembebas Mustadh?afin, Sayyid Ali Khamene?i
11. Tuntunan Puasa, Al-Balagha
12. Wanita di Mata dan Hati Rasulullah, Ali Syari?ati
13. Wali Faqih: Ulama Pewaris Kenabian,
Qonaah 1. Pendekatan
Sunnah Syi?ah, Salim Al-Bahansawiy
Bina Tauhid Memahami Al Qur?an, Murthadha Muthahhari
Mahdi Tafsir Al-Mizan: Mut?ah, S.M.H. Thabathabai
Ihsan Pandangan Islam Tentang Damai-Paksaan, Muhammad Ali Taskhiri
Al-Kautsar 1. Agar Tidak Terjadi Fitnah, Husein Al Habsyi
2. Dasar-Dassar Hukum Islam, Muhsin Labib
3. Nabi Bermuka Manis Tidak Bermuka Masam, Husein Al Habsyi
4. Sunnah Syi?ah Dalam Ukhuwah Islamiyah, Husain Al Habsyi
5. 60 Hadis Keutamaan Ahlul Bait, Jalaluddin Suyuti
Al-Baqir 1. 560 Hadis Dari Manusia Suci, Fathi Guven
2. Asyura Dalam Perspektif Islam, Abdul Wahab Al-Kasyi
3. Al Husein Merajut Shara Karbala, Muhsin Labib
4. Badai Pembalasan, Muhsin Labib
5. Darah Yang Mengalahkan Pedang, Muhsin Labib
6. Dewi-Dewi Sahara, Muhsin Labib
7. Membela Para Nabi, Ja?far Subhani
8. Suksesi, M Baqir Shadr
9. Tafsir Nur Tsaqalain, Ali Umar Al-Habsyi
Al-Bayan 1. Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Istri, Ibrahim Amini
2. Mengarungi Samudra Kebahagiaan, Said Ahtar Radhawi
3. Teladan Suci Kelurga Nabi, Muhammad Ali Shabban
As-Sajjad 1. Bersama Orang-orang yang Benar, Muh At Tijani
2. Imamah, Ayatullah Nasir Makarim Syirazi
3. Ishmah Keterpeliharaan Nabi Dari Dosa, Syaikh Ja?far Subhani
4. Jihad Akbar, Imam Khomeini
5. Kemelut Kepemimpinan, Ayatullah Muhammad Baqir Shadr
6. Kasyful Asrar Khomeini, Dr. Ibrahim Ad-Dasuki Syata
7. Menjawab Berbagai Tuduhan Terhadap Islam, Husin Alhabsyi
8. Nabi Tersihir, Ali Umar
9. Nikah Mut?ah Ja?far, Murtadha Al Amili
10. Nikah Mut;ah Antara Halal dan Haram, Amir Muhammad Al-Quzwainy
11. Surat-Surat Revolusi, AB Shirazi
Basrie
Press 1. Ali Bin Abi Thalib di Hadapan Kawan dan Lawan, Murtadha Muthahhari
2. Manusia Dan Takdirnya, Murtadha Muthahhari
3. Fiqh Lima Mazhab, Muhammad Jawad Mughniyah
Pintu Ilmu Siapa,
Mengapa Ahlul Bayt, Jamia?ah Al-Ta?limat Al-Islamiyah Pakistan
Ulsa Press 1. Mengenal Allah, Sayyid MR Musawi Lari
2. Islam Dan Nasionalisme, Muhammad Naqawi
3. Latar Belakang Persatuan Islam, Masih Muhajeri
4. Tragedi Mekkah Dan Masa Depan Al-Haramain, Zafar Bangash
5. Abu Dzar, Ali Syari?ati
6. Aqidah Syi?ah Imamiyah, Syekh Muhammad Ridha Al Muzhaffar
7. Syahadat Bangkit Bersaksi, Ali Syari?ati
Gua Hira 1. Kepemimpinan
Islam, Murtadha Muthahhari
Grafiti 1. Islam Syi?ah: Allamah M.H. Thabathaba?i
2. Pengalaman Terakhir Syah, William Shawcross
3. Tugas Cendikiawan Muslim, Ali Syaria?ti
Effar
Offset Dialog Pembahasan Kembali Antara Sunnah & Syi?ah Sulaim Al-Basyari & Syaraduddien Al ?Amili
Shalahuddin
Press 1. Fatimah Citra Muslimah Sejati, Ali Syari?ati
2. Gerbang Kebangkitan, Kalim Siddiqui
3. Islam Konsep Akhlak Pergerakan, Murtadha Muthahhari
4. Panji Syahadah, Ali Syari?ati.
5. Peranan Cendekiawan Muslim, Ali Syari?ati
Ats-Tsaqalain Sunnah
Syi?ah dalam Dialog, Husein Al Habsyi
Pustaka Kehidupan
Yang Kekal, Morteza Muthahari
Darut
Taqrib Rujuk
Sunnah Syi?ah, M Hashem
Al-Muntazhar 1. Fiqh Praktis Syi?ah Imam Khomeini, Araki, Gulfaigani, Khui
2. Ringkasan Logika Muslim, Hasan Abu Ammar
3. Saqifah Awal Perselisihan Umat, O Hashem
4. Tauhid: Rasionalisme Dan Pemikiran dalam Islam, Hasan Abu Ammar
Gramedia Biografi
Politik Imam Khomeini, Riza Sihbudi
Toha
Putra Keutamaan
Keluarga Rasulullah, Abdullah Bin Nuh
Gerbang
Ilmu Tafsir
Al-Amtsal (Jilid 1), Nasir Makarim Syirazi
Al-Jawad 1. Amalan Bulan Ramadhan Husein Al-Kaff
2. Mi?raj Ruhani [1], Imam Khomeini
3. Mi?raj Ruhani [2] Imam Khomeni
4. Mereka Bertanya Ali Menjawab, M Ridha Al-Hakimi
5. Pesan Sang Imam, Sandy Allison (penyusun)
6. Puasa dan Zakat Fitrah Imam Khomeini & Imam Ali Khamene?i
Jami?ah al-Ta?limat al-Islamiyah Tuntutan Hukum Syari?at, Imam Abdul Qasim
Sinar
Harapan 1. Iran Pasca Revolusi, Syafiq Basri
2. Perang Iran Perang Irak, Nasir Tamara
3. Revolusi Iran, Nasir Tamara
Mulla
Shadra 1. Taman Para Malaikat, Husain Madhahiri
2. Imam Mahdi Menurut Ahlul Sunnah Wal Jama?ah, Hasan Abu Ammar
Duta Ilmu 1. Wasiat Imam Ali, Non Mentioned
2. Menuju Pemerintah Ideal, Non Mentioned
Majlis Ta?lim Amben 114 Hadis Tanaman, Al Syeikh Radhiyuddien
Grafikatama
Jaya Tipologi Ali Syari?ati
Nirmala Menyingkap Rahasia Haji, Syeikh Jawadi Amuli
Hisab Abu
Thalib dalam Polemik, Abu Bakar Hasan Ahmad
Ananda Tentang Sosiologi Islam, Ali Syari?ati
Iqra Islam dalam Perspektif Sosiologi Agama, Ali Shari?ati
Fitrah Tuhan dalam Pandangan Muslim, S Akhtar Rizvi
Lentera
Antarnusa Sa?di Bustan, Sa?di
Pesona Membaca Ali Bersama Ali Bin Abi Thalib, Gh R Layeqi
Rajawali
Press 1. Tugas Cendekiawan Muslim, Ali Shari?ati
Bina
Ilmu Demonstran Iran dan Jum?at Berdarah di Makkah, HM Baharun
Pustaka
Pelita 1. 1. Akhirnya Kutemukan Kebenaran, Muh Al Tijani Al Samawi
2. Cara Memperoleh Haji Mabrur, Husein Shahab
3. Fathimah Az-Zahra: Ummu Abiha, Taufik Abu ?Alama
4. Pesan Terakhir Nabi, Non Mentioned
Pustaka 1. Etika Seksual dalam Islam, Morteza Muthahhari
2. Filsafat Shadra, Fazlur Rahman
3. Haji, Ali Syari?ati
4. Islam dan Nestapa Manusia Modern, Seyyed Hosein Nasr
5. Islam Tradisi Seyyed, Hosein Nasr
6. Manusia Masa Kini Dan Problem Sosial, Muhammad Baqir Shadr
7. Reaksi Sunni-Syi?ah, Hamid Enayat
8. Surat-Surat Politik Imam Ali, Syarif Ar Radhi
9. Sains dan Peradaban dalam Islam, Sayyed Hossein Nasr
Pustaka Jaya Membina Kerukunan Muslimin, Sayyid Murthadha al-Ridlawi
Islamic Center Al-Huda 1. Jurnal Al Huda (1)
2. Jurnal Al Huda (2)
3. Syiah Ditolak, Syiah Dicari, O. Hashem
4. Mutiara Akhlak Nabi, Syaikh Ja?far Hadi
Hudan
Press 1. Tafsir Surah Yasin, Husain Mazhahiri
2. Do?a-Do;a Imam Ali Zainal Abidin
Yayasan Safinatun Najah 1. 1. Manakah Jalan Yang Lurus (1), Al-Ustads Moh. Sulaiman Marzuqi Ridwan
2. Manakah Jalan Yang Lurus (2), Al-Ustads Moh. Sulaiman Marzuqi Ridwan
3. Manakah Jalan Yang Lurus (3), Al-Ustads Moh. Sulaiman Marzuqi Ridwan
4. Manakah Shalat Yang Benar (1), Al-Ustads Moh. Sulaiman Marzuqi Ridwan
Amanah Press Falsafah Pergerakan Islam, Murtadha Muthahhari
Yayasan Al-Salafiyyah Khadijah Al-Kubra Dalam Studi Kritis Komparatif, Drs. Ali S. Karaeng Putra
Kelompok
Studi Topika Hud-Hud
Rahmaniyyah, Dimitri Mahayana
Muthahhari
Press/Muthahhari Papaerbacks 1. Jurnal Al Hikmah (1)
2. Jurnal Al Hikmah (2)
3. Jurnal Al Hikmah (3)
4. Jurnal Al Hikmah (4)
5. Jurnal Al Hikmah (5)
6. Jurnal Al Hikmah (6)
7. Jurnal Al Hikmah (7)
8. Jurnal Al Hikmah (8)
9. Jurnal Al Hikmah (9)
10. Jurnal Al Hikmah (10)
11. Jurnal Al Hikmah (11)
12. Jurnal Al Hikmah (12)
13. Jurnal Al Hikmah (13)
14. Jurnal Al Hikmah (14)
15. Jurnal Al Hikmah (15)
16. Jurnal Al Hikmah (16)
17. Jurnal Al Hikmah (17)
18. Shahifah Sajjadiyyah, Jalaluddin Rakhmat (penyunting)
19. Manusia dan Takdirnya, Murtadha Muthahhari
20. Abu Dzar, Ali Syariati
21. Pemimpin Mustadha?afin, Ali Syariati
Serambi 1. Jantung Al-Qur?an, Syeikh Fadlullah Haeri
2. Pelita Al-Qur?an, Syeikh Fadlullah Haeri
Cahaya Membangun
Surga Dalam Rumah Tangga, Huzain Mazhahiri
(Non Mentioned) 1. Sekilas Pandang Tentang Pembantain di Masjid Haram, Non Mentioned
2. Jumat Berdarah Pembantaian Kimia Rakyat Halajba 1988, Non Mentioned
3. Al-Quran dalam Islam, MH Thabathabai
4. Ajaran-Ajaran Asas Islam, Behesti
5. Wacana Spiritual, Tabligh Islam Program
6. Keutamaan Membaca Juz Amma, Taufik Yahya
7. Keutamaan Membaca Surah Yasin, Waqiah, Al Mulk, Taufik Yahya
8. Keutamaan Membaca Surah Al-Isra & Al-Kahfi, Taufik Yahya
9. Bunga Rampai Keimanan, Taufik Yahya
10. Bunga Rampai Kehidupan Sosial, Taufik Yahya
11. Bunga Rampai Pendidikan, Husein Al-Habsyi
12. Hikmah-Hikmah Sholawat ,Taufik Yahya
13. Bunga Rampai Pernikahan, Taufik Yahya
14. Hikmah-Hikmah Puasa, Taufik Yahya
15. Hikmah-Hikmah Kematian, Taufik Yahya
16. Wirid Harian, Non Mentioned
17. Do?a Kumay,l Non Mentioned
18. Do?a Harian, Non Mentioned
19. Do?a Shobah, Non Mentioned
20. Do?a Jausyan Kabir, Non Mentioned
21. Keutamaan Shalat Malam Dan Do?anya, Non Mentioned
22. Do?a Nutbah, Non Mentioned
23. Do?a Abu Hamzah Atsimali, Non Mentioned
24. Do?a Hari Arafah (Imam Husain), Non Mentioned
25. Do?a Hari Arafah (Imam Sajjad), Non Mentioned
26. Do?a Tawassul, Non Mentioned
27. Do?a Untuk Ayah dan Ibu, Non Mentioned
28. Do?a Untuk Anak, Non Mentioned
29. Do?a Khatam Qur?an, Non Mentioned
30. Doa Sebelum dan Sesudah Baca Qur?an, Non Mentioned
31. Amalan Bulan Sya?ban dan Munajat Sya?baniyah, Non Mentioned
Diposting oleh qoffa di 7/26/2008 06:18:00 PM 0 komentar
Friday, July 18, 2008